Mengulas Isu Transisi Berkeadilan dalam Diplomasi Iklim

Penulis: Maria Putri Adianti, Staf Komunikasi and Henriette Imelda, Direktur Advokasi Kebijakan

Isu perubahan Iklim telah menjadi bahan pembicaraan di berbagai kesempatan di tingkat global, seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, United Nations General Assembly (UNGA), pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF), Climate Week di berbagai wilayah di dunia, dan Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties) ke-28 yang dilakukan di Dubai, Uni Emirat Arab, pada akhir November 2023. Tidak hanya itu, inisiatif terkait transisi energi berkeadilan, juga menjadi sorotan dunia saat ini, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM). Itu sebabnya, COP28 menjadi momentum penting bagi seluruh negara di dunia, termasuk bagi Indonesia.

Memandang pentingnya isu transisi berkeadilan di dalam berbagai diplomasi iklim serta implikasinya bagi Indonesia, Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) menyelenggarakan diskusi kelompok terbatas pada 16 November 2023, di Hotel Pullman Jakarta, mengenai pembahasan transisi berkeadilan di berbagai kesempatan diplomasi iklim.

Isu Transisi Energi dalam KTT G20

Pada saat Indonesia menjadi Presidensi G20, Indonesia mengusung empat posisi kunci terkait pembahasan transisi energi. Pertama, transisi energi perlu dilakukan oleh seluruh negara. Kedua, adanya pencapaian hasil konkret yang bermanfaat bagi negara berkembang, terutama dalam hal dukungan pendanaan. Ketiga, mendorong pemenuhan komitmen negara maju kepada negara berkembang, termasuk dalam hal pendanaan dan penyediaan teknologi yang terjangkau. Terakhir, menetapkan prioritas transisi energi pada Presidensi G20 Indonesia dalam Energy Transition Working Group (ETWG).

Strategi yang digunakan oleh Indonesia pada saat itu adalah dengan cara mendorong beberapa forum energi yang secara khusus membahas isu-isu mengenai pengamanan akses energi (securing energy accessibility) melalui kemitraan untuk akses energi universal, khususnya bagi negara pulau dan kepulauan; mengupayakan peningkatan teknologi bersih dan cerdas (smart and clean technologies scaling-up) dengan meningkatkan komitmen global pada inovasi dan teknologi energi berkelanjutan; dan mendorong pendanaan energi (advancing energy financing) melalui dukungan untuk pendanaan inovatif dan green financing.

KTT G20 Indonesia menghasilkan Bali Declaration yang menyoroti pentingnya memastikan akses energi yang terjangkau dan berkelanjutan untuk semua lapisan masyarakat. Deklarasi tersebut juga menyetujui langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkecil kesenjangan akses pada energi, memberantas kemiskinan akibat keterbatasan energi, serta mempercepat dan memastikan transisi energi yang adil, berkelanjutan, terjangkau, dan inklusif dari segi investasi. Selain itu, Bali Compact and Bali Energy Transitions’ Roadmap  akan digunakan sebagai panduan guna mencari solusi dalam mencapai stabilitas pasar energi, transparansi, dan keterjangkauan.

Pandangan Koalisi Kementerian Keuangan untuk Aksi Iklim terkait Isu Pendanaan Iklim

Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim (Coalition of Finance Minister Climate Action) berfungsi sebagai forum untuk memperkenalkan standar umum dan praktik terbaik, serta mendukung respons yang koheren dan terkoordinasi terhadap isu perubahan iklim. Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim beberapa kali telah melakukan pertemuan bersama dengan United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) dan Standing Committee on Finance (SCF), serta kolaborasi dengan lembaga terkait seperti Green Climate Fund (GCF).

Terkait dengan isu transisi energi serta pendanaannya, Indonesia telah memasukkan isu transisi sejak akhir tahun 2022. Isu tersebut kini diterima sebagai sebuah working group, dan Indonesia menjadi salah satu pemimpin dari working group tersebut. Pada konteks ini, Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim mendorong agar green transition dapat diterima di seluruh negara dengan mengadopsi taksonomi hijau sesuai dengan yurisdiksi setiap negara yang ada di working group tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendorong hal tersebut, adalah dengan mengadakan webinar tentang bagaimana interoperabilitas dari taksonomi transisi dapat dilakukan.

Kemajuan JETP Indonesia

Pada November 2023, Sekretariat JETP Indonesia resmi meluncurkan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) sebagaimana yang disepakati dalam Joint Statement, sebagai dasar pelaksanaan kemitraan. Dokumen ini menjelaskan rencana terkait transisi sektor ketenagalistrikan, kebutuhan dan persyaratan pendanaan, rekomendasi reformasi kebijakan, serta kerangka kerja transisi berkeadilan.

CIPP memuat pathways sektor kelistrikan yang dianggap sangat ambisius untuk mencapai net zero emission di sektor kelistrikan pada tahun 2050. Walau demikian, pelaksanaannya sangat bergantung pada ketersediaan sumber dana. Dana yang diperlukan untuk mencapai target JETP hingga tahun 2050 mencapai USD 500 miliar, dengan kebutuhan hampir USD 100 miliar hingga 2030 (JETP Indonesia, 2023). Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari yang akan dimobilisasi melalui JETP yaitu sebesar USD 20 miliar (JETP Indonesia, 2023).

Saat ini JETP Indonesia telah meluncurkan sebuah situs web yang akan berfungsi sebagai media agar masyarakat dapat mengakses berita terkini seputar JETP di Indonesia. Setiap proyek dan institusi keuangan yang terlibat di JETP akan melaporkan aktivitas dan pencapaian just transition mereka melalui situs web ini. Sesuai dengan fungsinya, situs ini diharapkan dapat menjadi platform bagi masyarakat untuk memberikan masukan serta memantau implementasi JETP di Indonesia.

————-

Bagikan :