Meningkatkan Kemajuan Efisiensi Energi Global pada Tahun 2030

Penulis: Hardhana Dinaring Danastri, Staf Advokasi Kebijakan Junior

Diskusi-diskusi dekarbonisasi untuk mengatasi krisis iklim banyak didominasi dengan upaya untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan menghentikan penggunaan energi fosil. Sementara itu, efisiensi energi sering kali diabaikan, terlepas dari potensinya sebagai solusi mitigasi yang paling efektif secara biaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) serta memastikan ketahanan energi. Efisiensi energi merupakan upaya untuk mencapai hasil yang sama atau lebih baik dalam aktivitas sehari-hari dengan penggunaan energi yang lebih sedikit. Misalnya pemakaian lampu hemat energi yang memberikan penerangan sama terang, namun dengan konsumsi listrik yang lebih rendah. Dengan demikian, upaya efisiensi energi dapat membantu menurunkan pengeluaran masyarakat untuk energi.

Mengapa perlu menggandakan tingkat kemajuan efisiensi energi secara global?

Walaupun kebijakan dan investasi efisiensi energi menunjukkan kemajuan dalam beberapa tahun terakhir karena ancaman krisis energi, akan tetapi penurunan tingkat intensitas energi[1] global justru semakin melambat pada tahun 2023. Pelambatan ini terutama disebabkan oleh upaya global untuk memulihkan ekonomi pasca Covid-19 yang menyebabkan peningkatan permintaan energi. Ditambah lagi, adanya target pembangunan dan kebutuhan untuk melakukan aksi adaptasi iklim seperti penggunaan AC (air conditioner) yang berkontribusi pada kenaikan konsumsi energi final[2]. International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa permintaan energi mengalami peningkatan sebesar 1,7% di tahun 2023.

Di sisi lain, konsumsi energi final global masih didominasi oleh energi fosil, yang mencapai 79% pada tahun 2022. Penggunaan energi fosil ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan emisi GRK. Antara tahun 2019 dan 2023, total emisi CO2 yang berkaitan dengan energi semakin meningkat sebesar 900 Mt. Temuan ini menjadi pengingat bahwa upaya pengurangan emisi GRK, termasuk melalui efisiensi energi, harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional.

Dengan demikian, ancaman krisis energi dan krisis iklim seharusnya dapat membangun momentum untuk meningkatkan efisiensi energi guna menyelaraskan target iklim, upaya transisi energi, dan pembangunan ekonomi.

Kesepakatan global untuk menggandakan rata-rata tingkat efisiensi energi pada tahun 2030

IEA dalam laporannya menyatakan bahwa efisiensi energi tahunan perlu ditingkatkan sebesar dua kali lipat – dari 2% pada tahun 2022 menjadi rata-rata lebih dari 4% per tahun hingga tahun 2030 – untuk menekan kenaikan rata-rata suhu global tidak lebih dari 1,5oC, sebagaimana tertulis dalam tujuan Persetujuan Paris. Pada tahun 2023, intensitas energi global berada pada angka 1,3%, menandakan perlunya upaya yang ambisius untuk mencapai target tersebut. Dalam laporan yang sama, IEA menyebutkan bahwa menggandakan tingkat kemajuan efisiensi energi dapat memberikan manfaat iklim maupun keekonomian, seperti: 

  • Mengurangi emisi CO2 sebesar 7Gt pada tahun 2030; 
  • Menurunkan tagihan pembayaran energi, setidaknya sepertiga bagi rumah tangga di negara maju; dan
  • Menciptakan 4,5 juta lapangan pekerjaan baru. Seiring dengan upaya transisi energi, jumlah pekerjaan yang membutuhkan keterampilan terkait efisiensi energi pun meningkat. Beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan efisiensi energi, antara lain namun tidak terbatas pada:  retrofit pada bangunan yang ada, produksi dan instalasi sistem manajemen energi, desain dan pembuatan peralatan dan bangunan yang efisien, dan auditor energi.

Temuan-temuan dalam laporan tersebut tentu memberikan sinyal kepada para pemimpin dunia untuk mewujudkan tindakan yang lebih ambisius dalam hal efisiensi energi. Pada Kepresidenan G20 India tahun 2023 lalu, negara anggota G20 secara kolektif mendukung Rencana Aksi Sukarela untuk Menggandakan Tingkat Kemajuan Peningkatan Efisiensi Energi Pada Tahun 2030 (Voluntary Action Plan on Doubling the Global Rate of Energy Efficiency Improvement by 2030). Rencana aksi sukarela tersebut menyoroti potensi upaya efisiensi energi di sektor bangunan, industri, transportasi, pendanaan, dan pola konsumsi berkelanjutan. 

Kemudian, pada COP28, saat Global Stocktake pertama dilakukan di bawah agenda CMA (Conference of Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement) ke-5, para Pihak sepakat untuk menggandakan rata-rata tingkat kemajuan efisiensi energi tahunan global pada tahun 2030 untuk mencapai target Persetujuan Paris, sebagaimana Decision 1/CMA.5 paragraf 28(a)[3].

Disepakatinya target tersebut diharapkan dapat mendorong para pemimpin dunia untuk berkomitmen dalam mengeskalasi kebijakan dan investasi yang ditargetkan untuk efisiensi energi. 

Isu Efisiensi Energi di Indonesia

Menggandakan tingkat kemajuan efisiensi energi tentu merupakan tantangan besar, namun bukan berarti target tersebut tidak dapat dicapai. Dalam 10 tahun ke belakang, 90% negara telah mencapai target kemajuan tingkat efisiensi 4% setidaknya satu kali, termasuk Indonesia. Selama periode tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara G20 – selain Tiongkok, Perancis, dan Inggris – yang telah melakukan hal serupa selama 5 tahun berturut-turut. Berikutnya, Indonesia harus meningkatkan kemajuan dengan kebijakan yang komprehensif dan meningkatkan penerapan teknologi yang sudah tersedia. 

Hal lain yang patut disoroti dari isu ini adalah minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya  penggunaan energi secara efisien. Itu sebabnya, diperlukan edukasi kepada masyarakat yang lebih luas tentang efisiensi energi dan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk meningkatkannya. Pemahaman mengenai efisiensi energi seharusnya dapat diajarkan sejak dini dan secara berkelanjutan untuk mendorong perubahan perilaku. 

Preferensi masyarakat terhadap penerapan efisiensi energi dapat memotivasi keputusan sektor swasta untuk berinvestasi pada teknologi yang efisien. Pada akhirnya,  perubahan perilaku tidak hanya bergantung pada pilihan individu,  tetapi juga pada faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi pendukung yang terjangkau dan informasi yang mudah mereka pahami. 


[1] Intensitas energi merupakan parameter untuk menilai efisiensi energi di suatu negara, yang merupakan jumlah konsumsi energi per Produksi Domestik Bruto (PDB). Semakin rendah angka intensitas energi, semakin efisien penggunaan energi di negara tersebut

[2] Total konsumsi energi final mewakili total energi yang digunakan oleh pengguna energi terakhir di berbagai sektor, seperti industri, transportasi, rumah tangga, komersial, dan pertanian; namun, tidak mencakup energi yang digunakan pada proses konversi dan kehilangan pada proses produksi dan transportasi energi.

[3] 28. Further recognizes the need for deep, rapid and sustained reductions in greenhouse gas emissions in line with 1.5 °C pathways and calls on Parties to contribute to the following global efforts, in a nationally determined manner, taking into account the Paris Agreement and their different national circumstances, pathways and approaches: (a) Tripling renewable energy capacity globally and doubling the global average annual rate of energy efficiency improvements by 2030;

Bagikan :