Mengenal Floating Solar Photovoltaic dan Potensinya di Asia Tenggara

Penulis: Anindya Novianti Putri, Staf Advokasi Kebijakan Junior

Energi surya merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat mendorong transisi energi. Pemanfaatan energi surya telah mendapat perhatian bagi negara-negara khususnya di Asia dalam mengembangkan energi terbarukan karena jumlahnya yang tidak terbatas dan pemanfaatan yang tidak merusak lingkungan. Pemanfaatan surya menjadi energi dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) melalui panel surya berupa teknologi fotovoltaik untuk mengonversi radiasi matahari menjadi energi listrik.  

Pemanfaatan PLTS juga meningkatkan potensi PLTS terapung atau Floating Solar Photovoltaic (FSPV) yang dikembangkan karena adanya keterbatasan lahan.  FSPV memiliki potensi yang tinggi di negara-negara kepulauan dan maritim, serta wilayah dengan tingkat kepadatan populasi yang tinggi. Panel surya yang terpasang di platform terapung membantu proses pendinginan sel surya sehingga memungkinkan untuk bekerja secara efisien di kondisi cuaca yang panas. 

FSPV dapat mengintegrasikan productive uses of energy (PUEs) yang berkelanjutan untuk memelihara dan menjaga kesehatan ekosistem danau, reservoar, dan perairan, seperti akses terhadap persediaan air bersih melalui desalinasi, pengumpulan air hujan, akuakultur, produksi bahan bakar alternatif (hidrogen), dan nature-based solutions (NBS) yang adaptif. 

Perkembangan Floating Solar Photovoltaic di Asia Tenggara 

FSPV memiliki potensi yang tinggi khususnya di wilayah Asia Tenggara karena sebagian besar merupakan negara kepulauan dan memiliki wilayah perairan yang luas. Selain itu, wilayah Asia Tenggara yang beriklim tropis memiliki tingkat penyinaran surya yang tinggi dan kecepatan angin yang terbatas. Terkait dengan FSPV, Asian Development Bank (ADB) memiliki program bernama Floating Solar Photovoltaic Initiatives yang berjumlah 16, di mana 6 di antaranya telah disetujui untuk dilaksanakan. Potensi FSPV yang telah teridentifikasi sebesar 35.420 MW dan sejumlah 33 proyek FSPV akan dikembangkan di Asia. 

Di kawasan Asia Tenggara, ADB memiliki proyek FSPV dengan Da Nhim-Ham Thuan- Da Mi Hydro Power Joint Stock Company (DHD) pada tahun 2019. FSPV dengan kapasitas 47.5 MW dikembangkan di kawasan reservoar, di mana terletak Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik Da Mi dengan kapasitas sebesar 175 MW dan proyek FSPV ini hanya memakan sekitar 8% dari total keseluruhan reservoar.

Gambar 1. Da Nhim-Ham Thuan- Da Mi (DHD) Floating Solar PV
Sumber: Asian Development Bank, 2019 

ADB berkomitmen untuk menyediakan pendanaan berupa pinjaman sebesar USD 17.6 juta, pinjaman lunak dari Canadian Climate Fund for the Private Sector in Asia (CFPS) sebesar USD 11 juta, pinjaman lunak dari CFPS II sebesar USD 4 juta, dan pinjaman dari Leading Asia’s Private Infrastructure Fund sebesar USD 4.4 juta. Proyek FSPV ini merupakan salah satu proyek tenaga surya dengan skala utilitas pertama di Vietnam dan merupakan proyek FSPV terbesar di luar kawasan Republik Rakyat Tiongkok (China).  

Selain itu, terdapat proyek FSPV yang berlokasi di Reservoar Magat, Filipina, dengan kapasitas awal sebesar 200 kW yang dikembangkan oleh SN | ABOITIZ Power Group. Proyek FSPV terbesar di Filipina ini terdiri dari 792 panel surya. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk perusahaan dan saat ini sedang dilakukan studi kelayakan untuk digunakan di tingkat komersial. Pengembangan Magat FPV mencakup total 1.341,33 hektar dengan potensi kapasitas sebesar 108 MWac[1] dengan menggunakan teknologi terapung murni. Kemudian, di Reservoar Magat juga terdapat proyek Magat Battery Energy Storage System (BESS) berkapasitas 24 MW/32 MWh[2] yang terletak bersamaan dengan FSPV dan PLTA.

Potensi Pengembangan Floating Solar Photovoltaic in Indonesia 

Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan proyek FSPV. Pada 9 November 2023, Presiden Joko Widodo meresmikan Cirata Floating Solar PV yang berkapasitas 145 MWac dan merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia. PLTS terapung Cirata ini merupakan kerja sama antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Consortium PJBI-Masdar sebagai developer (PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy) dengan skema Power Purchase Agreement (PPA) Take or Pay (TOP) dan Build Own Operate Transfer (BOOT) selama 25 tahun. PLTS Cirata diperkirakan akan dapat memberikan kontribusi terhadap pengurangan CO2 sebesar 214.000 ton dan penambahan energi hijau sebesar 245 GW/tahun, serta memiliki tarif yang kompetitif sebesar USD 5.8 sen/kWh. Selain PLTS terapung Cirata, saat ini terdapat tiga proyek yang akan dikembangkan di Indonesia oleh ADB Floating Solar Photovoltaic Initiatives, di antaranya adalah Cirebon-1 Floating Solar; Accelerating Indonesia’s Clean Energy Transition di Pulau Bali, NTT, Jawa, Sulawesi dan Sumatera; serta FPV on Agricultural Dams (request to study)

Indonesia berpeluang besar dalam pengembangan FSPV karena memiliki potensi wilayah perairan yang luas untuk offshore FSPV. Selain itu, pengembangan FSPV juga sejalan dengan rencana percepatan proses transisi energi dan pemenuhan target komposisi energi terbarukan dalam sektor ketenagalistrikan. Namun, beberapa tantangan yang mungkin muncul dan perlu diperhatikan dalam pengembangannya antara lain: saluran transmisi dan titik penghubung yang merupakan bagian krusial dari teknologi FSPV; potensi dampak lingkungan terhadap ekosistem di perairan dan sekitarnya; kondisi perairan seperti angin, gelombang, dan arus laut yang tidak menentu; asuransi dan pendanaan proyek yang terbatas; serta estimasi capital expenditures (CAPEX), operating expenses (OPEX); dan penilaian risiko yang berbeda dari PLTS di daratan.


[1] Mega Watt Alternating Current (MWac) merupakan satuan hasil listrik dari panel surya setelah dikonversikan ke AC dari DC melalui inverter devices.

[2] MW: Maksimum daya yang dapat disalurkan pada waktu tertentu. MWh: Total listrik yang dapat disimpan dan disalurkan dalam jangka waktu tertentu.

Bagikan :