Perundingan pendanaan iklim dalam konteks UNFCCC mengenai New Collective Quantified Goal (NCQG), memang telah menyepakati beberapa hal di Baku, Azerbaijan, pada tahun 2024 yang lalu. Walau demikian, bukan berarti perundingan terkait pendanaan iklim jangka panjang, telah selesai. Masih ada serangkaian pekerjaan yang harus diselesaikan guna memastikan aliran pendanaan iklim dari negara maju ke negara berkembang, tetap berjalan. Salah satu tindak lanjut yang disepakati oleh para Pihak adalah untuk meluncurkan “Baku to Belém Roadmap to 1.3 T”, dibawah arahan dari Presidensi Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement yang ke-6 (CMA6) dan CMA7, yang bertujuan untuk meningkatkan pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang. Roadmap ini merupakan langkah konkret dari kesepakatan para Pihak untuk meningkatkan pendanaan ke negara-negara berkembang guna melakukan aksi iklim, dimana seluruh aktor diundang untuk terlibat di dalamnya. Target pendanaan ini dapat berasal dari sumber publik maupun swasta, dengan target kuantitatif setidaknya USD 1,3 triliun per tahun hingga 2035.
Decides to launch, under the guidance of the Presidencies of the sixth and seventh sessions of the CMA, in consultation with Parties, the “Baku to Belém Roadmap to 1.3T”, aiming at scaling up climate finance to developing country Parties to support low greenhouse gas emissions and climate-resilient development pathways and implement the nationally determined contributions and national adaptation plans including through grants, concessional and non-debt creating instruments, and measures to create fiscal space, taking into account relevant multilateral initiatives as appropriate; also requests the Presidencies to produce a report summarizing the work as it concludes the work by CMA7;
Paragraf 27 Decision 1/CMA6

Proses Penyusunan Baku to Belém Roadmap
Pada bulan Februari 2025 yang lalu, Presidensi CMA6 dan CMA7 menyampaikan pesan melalui UNFCCC, terkait dengan proses yang akan dilakukan dalam menyusun Roadmap. Beberapa proses yang akan dilakukan adalah:
- Mengadakan konsultasi dengan para Pihak, untuk mendapatkan masukan mengenai harapan para Pihak, terkait dengan Roadmap yang akan disusun dan disepakati;
- Kedua Presiden juga mengundang para Pihak, termasuk pengamat (observer) untuk menyampaikan pandangannya melalui mekanisme penyampaian submisi;
- Berdasarkan hasil konsultasi dan submisi yang masuk, kedua Presidensi akan menyusun rencana kerja (workplan), termasuk di dalamnya adalah rencana untuk menjangkau para Pihak maupun pengamat, dalam menyusun Roadmap ini.
Konsultasi yang pertama dengan para Pihak telah dilakukan pada bulan Februari 2025 yang lalu. Sedangkan untuk submisi yang telah disampaikan, per 30 April 2025, sudah terdapat 13 submisi dari para Pihak, dan 90 submisi dari para non-Pihak (pengamat/observer).
Menyusun Baku to Belém Roadmap
Berbicara mengenai Baku to Belém Roadmap, tentunya tidak bisa terlepas dari konteks NCQG, yang merupakan agenda dimana Roadmap ini disepakati untuk diluncurkan. Konteks dari NCQG sendiri, erat hubungannya dengan Pasal 9 Persetujuan Paris, yang berbicara mengenai alur pendanaan ke negara-negara berkembang. Walau demikian, perlu dipastikan aksi iklim seperti apa yang dimaksud (mitigasi, adaptasi, kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim, antara lain) dan berapa besar pendanaan yang dialokasikan untuk aksi iklim tersebut. Hal ini untuk memberikan kepastian kepada negara-negara berkembang, terkait ketersediaan dana bagi negara-negara berkembang untuk melakukan aksi iklim. Misalnya yang berhubungan dengan aksi adaptasi serta potensi kehilangan dan kerusakan yang mungkin terjadi akibat dampak perubahan iklim yang tidak dapat ditangani.
Ketersediaan pendanaan iklim adalah satu hal; akses pada pendanaan iklim yang tersedia merupakan hal lain yang juga menjadi bottleneck bagi negara-negara berkembang dalam mengakses pendanaan iklim. Itu sebabnya, memastikan negara-negara berkembang dapat mengakses dana iklim yang tersedia, menjadi elemen yang juga harus menjadi bagian dari Roadmap tersebut.
Tingginya jumlah submisi yang disampaikan para non-Pihak, menunjukkan ketertarikan mereka dalam menyampaikan pandangannya, utamanya karena Roadmap ini mengindikasikan peran seluruh aktor terkait dengan pencapaian target kuantitatif pendanaan iklim setidaknya sebesar USD 1,3 triliun per tahun, hingga tahun 2035. Memperjelas siapa yang termasuk dalam kategori “all actors” di dalam paragraf 27 dari keputusan NCQG, serta peran masing-masing, menjadi krusial. Apabila peran dari masing-masing aktor/pelaku tersebut telah teridentifikasi dan terpetakan dengan baik, maka dapat ditentukan bagaimana para aktor ini melaporkan dan mempertanggungjawabkan kontribusinya. Hal ini penting untuk dipastikan, mengingat perangkat untuk melakukan pelaporan, penelusuran dana yang termobilisasi, dalam konteks United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), hanya berlaku untuk para Pihak. Artinya, untuk institusi-institusi non-Pihak seperti sektor swasta perlu memiliki modalitas lain yang robust sehingga pencapaian target kuantitatif sebesar USD 1,3 triliun, dapat ditelusuri dengan akurat berdasarkan basis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Hal yang terkait dengan pelaporan ini adalah perlu disepakatinya definisi pendanaan iklim yang akan digunakan. Definisi akan memainkan peran yang sangat penting, utamanya dalam menelusuri besaran pendanaan yang termobilisasi dan tersedia bagi negara-negara berkembang.
Interpretasi dari “all actors” juga dapat mencakup upaya negara-negara berkembang untuk membantu negara-negara berkembang lainnya yang memerlukan, atau yang disebut sebagai South-South Cooperation (Kerjasama Selatan-Selatan). Walau demikian, terdapat banyak kekhawatiran bahwa kontribusi sejenis ini kemudian akan menjadi lebih dominan ketimbang apa yang seharusnya dilakukan oleh negara-negara maju, sesuai dengan Pasal 9.1 dari Persetujuan Paris. Itu sebabnya, bagaimana Roadmap ini dapat mencerminkan prinsip-prinsip dasar dari Konvensi, seperti common but differentiated responsibilities and respective capabilities (CBDR-RC), juga perlu diperhatikan.
Memastikan Kegunaan dari Baku to Belém Roadmap
Karena Baku to Belém Roadmap (B2B Roadmap atau Roadmap) masih belum memiliki bentuk khusus yang telah disepakati, maka Roadmap ini bak kanvas kosong, dimana para Pihak dan juga pengamat (observer) dapat menyampaikan pandangannya terhadap Roadmap tersebut. Namun, merumuskan Roadmap ini juga perlu memiliki tujuan, serta mengidentifikasi elemen-elemen apa yang harus muncul di dalam Roadmap tersebut, serta interaksi antar elemen tersebut.
Pada akhirnya, penting untuk memastikan bahwa Roadmap ini bukan hanya menjadi sekedar laporan yang dihasilkan oleh dua Presidensi (CMA6 dan CMA7) saja. Namun, Roadmap ini juga harus menjadi sebuah produk yang siap untuk diimplementasikan, guna mencegah kenaikan temperatur rata-rata global melebihi 1,5oC.
Bagikan :