FOKUS IRID

Ketangguhan Iklim

The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan pada laporannya yang terbit pada Oktober 2018 bahwa suhu rata-rata permukaan bumi telah meningkat hingga 1°C dibandingkan masa pra industri. Angka itu terus mengalami kenaikan sekitar 0,2°C setiap satu dekade. Bila dibiarkan, kenaikan suhu bumi akan melewati batas 1,5°C antara tahun 2030 sampai 2052. Para ilmuwan yang terlibat di dalam penyusunan laporan ini mengungkap, jika suhu bumi naik di atas 1,5°C, akan terjadi kerusakan ekosistem global yang lebih signifikan. Masyarakat bumi akan merasakan dampak yang tidak dapat diperbaiki meskipun suhu berhasil diturunkan kembali ke tingkat 1,5°C.

Tak sekadar kerusakan lingkungan, kenaikan suhu bumi juga berdampak pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat dunia. Menurut laporan IPCC, pemanasan global dan perubahan iklim dapat memperburuk tingkat kemiskinan di muka bumi dan memperparah kesenjangan ekonomi global. Laporan tersebut juga mencatat, dampak paling berbahaya diperkirakan akan dirasakan masyarakat yang hidup di wilayah sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara.

Perubahan iklim memang tak bisa dicegah, tetapi risikonya terhadap kehidupan manusia dan makhluk bumi lainnya bisa diminimalisir. Hal itu dapat dilakukan, salah satunya, dengan memastikan seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, memiliki ketangguhan iklim yaitu kemampuan berhadapan dengan perubahan iklim. Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) percaya bahwa ketangguhan iklim diperlukan agar seluruh pemangku kepentingan dapat mengatasi dampak perubahan iklim yang akan terjadi. 

Hal itu dicapai dengan melakukan pengarusutamaan aksi adaptasi dan mitigasi di seluruh sektor kehidupan. Contohnya, untuk memastikan ketahanan pangan, para petani mulai menyesuaikan waktu tanam dengan musim hujan pertama dan menanam varietas tanaman pangan yang tahan terhadap suhu ekstrim. Sementara itu, dalam waktu bersamaan, pemerintah memberi dukungan dengan memperbaiki sistem irigasi yang lebih mampu menampung air agar pada musim kemarau panjang masih tersedia cadangan air. Selain itu, di sektor energi misalnya, para pemangku kepentingan harus mulai beralih dari sumber energi berbahan bakar fosil ke energi terbarukan. 

Menurut IPCC, aksi mitigasi dan adaptasi yang dilaksanakan secara partisipatif dan terintegrasi dapat memungkinkan transisi yang cepat dan sistemik sehingga mampu membatasi kenaikan suhu bumi di atas 1,5°C. Agar efektif, berdampak luas, dan mampu mewujudkan ketangguhan iklim, para pemangku kepentingan perlu menyelaraskan aksi-aksi iklim dengan upaya pembangunan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.