­Pendanaan Loss and Damage : Menuai Hasil Negosiasi Selama 30 Tahun

 

                         Seorang wanita mengisi air di sungai yang kering. Sumber foto: iStock

Salah satu hasil dari Konferensi Para Pihak (_, COP) United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) adalah disepakatinya pembentukan pendanaan khusus untuk merespon kehilangan dan kerusakan (loss and damage) akibat dampak perubahan iklim[1].

Terbentuknya pendanaan ini merupakan hasil perjuangan dari negara berkembang, utamanya negara-negara pulau kecil, selama 30 tahun semenjak UNFCCC disepakati untuk dibentuk. Dalam rangka operasionalisasinya, seluruh negara menyepakati untuk membentuk transitional committee (komite transisi), yang akan menjajaki hal-hal terkait dengan operasional pendanaan ini. Komite ini beranggotakan 24 orang, yang dicalonkan tidak lebih dari 15 Desember 2022, dengan komposisi 14 orang dari negara berkembang dan 10 orang dari negara maju.

Komite ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk dipertimbangkan pada COP28 dan CMA5 (keduanya akan dilangsungkan pada tahun 2023 secara bersamaan) terkait dengan pengaturan pendanaan dalam merespon loss and damage. Komite transisi ini diharapkan akan bertemu setidaknya 3 kali per tahunnya, dan pertemuan pertamanya diharapkan dapat dilangsungkan tidak melewati 31 Maret 2023. Komite transisi ini diharapkan dapat menyusun rekomendasi dengan cara konsensus, serta dipandu oleh fakta ilmiah terbaik yang ada di dalam melaksanakan tugasnya.

Dua skenario loss and damage

Pada awalnya, terdapat 2 skenario yang dijajaki oleh masing-masing negara Pihak terkait dengan pendanaan loss and damage ini. Skenario pertama adalah membentuk pendanaan yang baru di bawah Mekanisme Pendanaan (Financial Mechanism) sebagaimana yang tercantum di dalam Konvensi Pasal 11, dan akan menerima panduan dari Para Pihak. Sedangkan skenario yang kedua adalah dengan memperkuat mekanisme pendanaan yang saat ini ada (Green Climate Fund, Global Environment Facility, dan Adaptation Fund), dan melakukan beberapa penyesuaian, sehingga menjadi lembaga pendanaan yang fit-for-purpose dalam mendanai loss and damage.  

Pendanaan loss and damage

Istilah loss and damage sendiri memiliki 3 cakupan, yaitu averting, minimizing and addressing loss and damage. Dalam pengertiannya, averting dapat disetarakan dengan upaya-upaya mitigasi berupa pengurangan emisi gas rumah kaca, di mana minimizing dapat disetarakan dengan upaya-upaya mitigasi serta adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

Kedua lingkup dari loss and damage ini, sebenarnya dapat didanai pelaksanaannya melalui mekanisme pendanaan yang saat ini ada, yaitu Green Climate Fund (GCF), Global Environment Facility (GEF), serta Adaptation Fund (AF). Namun, cakupan loss and damage yang terkait dengan addressing loss and damage, saat ini tidak dapat didanai oleh ketiga pendanaan tersebut. Bahkan, saat ini belum ada pendanaan yang tersedia baik yang ada di dalam lingkup UNFCCC maupun di luar UNFCCC. Walau demikian, saat ini telah muncul beberapa inisitif di luar UNFCCC untuk mendanai loss and damage; seperti inisiatif G7 yang disebut dengan Global Shield untuk menghadapi risiko iklim dan inisiatif United Nations Secretary General, Early Warnings for All, yang baru saja dicanangkan, sehingga belum terlihat konkrit pelaksanaannya.

                                                                 Sumber Foto: iStock

Selain dari cakupan yang dapat didanai oleh mekanisme pendanaan yang ada, pendanaan yang tersedia saat ini tidak mencakup pendanaan untuk kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim, yang memicu terjadinya kejadian slow-onset serta dampak-dampaknya baik dari sisi ekonomi maupun non-ekonomi.

Kejadian slow-onset misalnya adalah kenaikan muka air laut, yang dapat menyebabkan banjir rob dan merusak modalitas ekonomi setempat, sehingga para penghuni wilayah tersebut tidak lagi dapat melakukan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Pada kejadian yang sudah parah, kejadian slow-onset ini memungkinkan bagi para penduduk untuk migrasi ke tempat lain. Walau demikian, seringkali banyak penduduk yang tetap berada di daerah tersebut, karena tidak memiliki pilihan lain, atau karena mereka tidak dapat meninggalkan lahan yang telah menjadi peninggalan leluhur mereka.

Terkait dengan non-ekonomi, perubahan iklim dapat memberikan dampak pada hilangnya keanekaragaman hayati, yang juga memiliki peran penting dalam kelangsungan kehidupan manusia. Contoh lainnya adalah kehilangan dan kerusakan dalam konteks budaya yang telah dipelihara selama bertahun-tahun lamanya.

Akses pendanaan

Hal lain yang tidak dapat didanai oleh pendanaan yang ada terkait dengan upaya mendanai kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim adalah kecepatan dalam penyaluran pendanaan. Akses pendanaan merupakan salah satu isu terpenting yang sampai dengan saat ini masih terus menjadi tantangan bagi negara-negara berkembang.

Walaupun proposal-proposal yang disusun telah mendapatkan persetujuan dari masing-masing pemangku kepentingan dari entitas operasional pendanaan tersebut, namun, waktu penyaluran pendanaan memakan waktu yang cukup lama. GCF contohnya, melalui laporan evaluasi independennya yang dikeluarkan pada bulan September tahun 2022[2] yang lalu, melihat bahwa waktu untuk menyalurkan pendanaan masih menjadi tantangan. Entitas operasional dari pendanaan iklim yang ada saat ini, juga memiliki pola penyetujuan proposal dengan frekuensi yang disesuaikan oleh waktu pertemuan dari Board atau Council masing-masing pendanaan.

Sedangkan untuk pendanaan loss and damage, diperlukan penyaluran pendanaan yang sangat sederhana dan waktu penyaluran yang jauh lebih cepat, sehingga sulit apabila proses persetujuannya harus menunggu waktu Board/Council bertemu. Pendanaan humanitarian menjadi salah satu model yang dipertimbangkan. Walau demikian, pendanaan humanitarian yang ada saat ini tidak memadai bukan hanya karena jumlahnya, namun juga karena pendanaan tersebut hanya menyalurkan pendanaan untuk kejadian-kejadian sesaat dan tidak yang mencakup slow-onset serta kehilangan dan kerusakan secara ekonomi dan non-ekonomi.

Oleh karena itulah, pembentukan pendanaan khusus untuk kejadian loss and damage, menjadi sangat penting bagi negara-negara berkembang, umumnya mereka yang sangat rentan terhadap terjadinya dampak perubahan iklim.

Deklarasi para pemimpin dunia yang tergabung di dalam G20[3], juga menyebutkan perlunya kemajuan terkait dengan pembahasan loss and damage, sesuai dengan yang terjadi di COP27. Deklarasi tersebut juga menyadari dampak perubahan iklim yang akan terjadi pada saat kenaikan temperatur rata-rata global melebihi 1,5oC, dan berupaya untuk melakukan upaya-upaya nyata sehingga dapat membatasi kenaikan temperatur hingga 1.5oC.

Upaya-upaya ini juga harus diselaraskan dengan ambisi jangka panjang dengan tujuan jangka pendek dan menengah, kerjasama dan dukungan internasional, termasuk dalam bentuk pendanaan, teknologi, di mana konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab menjadi pemungkin yang kritikal, dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum COP28 tahun 2023 mendatang dilaksanakan, yaitu:

  • Pembentukan komite transisi (transitional committee, TC) dalam rangka operasionalisasi pengaturan pendanaan yang baru, dalam merespon loss and damage, sesuai dengan mandat yang diberikan;
  • TC akan memberikan rekomendasi, sesuai dengan elemen-elemen yang ada, untuk dipertimbangkan dan diadopsi oleh COP28 dan CMA5 dengan tujuan untuk mengoperasikan pengaturan pendanaan loss and damage;
  • Akan diadakan dua workshop di tahun 2023 yang akan diikuti oleh beragam institusi yang relevan terhadap loss and damage akibat dampak perubahan iklim;
  • Mengadakan konsultasi di tingkat Menteri sebelum COP28 dan CMA5 dilangsungkan, sehingga dapat memberikan pertimbangan dan pengertian awal terkait dengan keluaran yang mungkin dihasilkan terkait dengan loss and damage, pada sesi tersebut.

Walaupun pendanaan untuk loss and damage telah disepakati untuk dibentuk, dan banyak yang menyebutkannya sebagai breakthrough dari COP27, namun perjalanan masih panjang. Diperlukan upaya-upaya mobilisasi pendanaan yang terkoordinasi dengan baik, pemenuhan komitmen dari negara maju untuk memimpin upaya mobilisasi pendanaan untuk disalurkan melalui pundi ini, serta menentukan tata cara pelaksanaan yang berlaku bagi institusi ini. Langkah pertama telah diambil, semoga komitmen dan konsistensi dapat menyertai langkah berikutnya.


[1] Dokumen dapat diakses melalui tautan ini: https://unfccc.int/documents/624440 ­­

[2] Dokumen dapat diakses melalui tautan berikut ini: https://ieu.greenclimate.fund/sites/default/files/document/gcf-b34-inf08.pdf

[3] Dokumen dapat diakses melalui tautan berikut ini: https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/G20%20Bali%20Leaders%27%20Declaration%2C%2015-16%20November%202022%2C%20incl%20Annex.pdf

Bagikan :