Dampak Perubahan Iklim pada Kehilangan dan Kerusakan dari Beberapa Komoditas Tertentu di Nusa Tenggara Timur (NTT)

Dampak perubahan iklim yang tidak dapat diatasi karena keterbatasan kemampuan, apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim. Misalnya, adanya perubahan variabel iklim berupa temperatur, yang mengakibatkan meningkatnya intensitas dan frekuensi hujan. Itu sebabnya, kemampuan untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, menjadi penting untuk ditingkatkan dari waktu ke waktu. Namun, yang juga perlu disadari adalah perubahan variabel iklim, seperti temperatur, dampaknya bukan hanya kepada manusia, namun juga pada keanekaragaman hayati. Saat keanekaragaman hayati terganggu, terutama pada jenis-jenis yang menjadi sumber penghasilan masyarakat setempat, maka penghidupan masyarakat setempat sudah pasti terganggu. 

Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) bekerja sama dengan Yayasan Pikul, melaksanakan diskusi terkait dengan potensi kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati di Nusa Tenggara Timur. Diskusi ini merupakan diskusi kedua dari serial diskusi dengan topik yang sama, di mana diskusi ini difokuskan pada beberapa komoditas tertentu. Terdapat 4 (empat) komoditas yang menjadi fokus pada pertemuan ini, yaitu pisang, kopi, rumput laut, dan ikan. Diskusi ini dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober 2024, bertempat di Hotel Swiss-bel Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Kondisi lingkungan yang ideal 

Setiap pertumbuhan dan perkembangan dari keanekaragaman hayati pada dasarnya membutuhkan kondisi lingkungan yang ideal. Keempat komoditas yang dibahas pada diskusi ini juga memerlukan lingkungan yang ideal, agar masing-masing dapat tumbuh dan menghasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Beberapa hal yang merupakan kemiripan dari keempat komoditas ini adalah yang terkait dengan kondisi iklim serta temperatur yang memadai.  

Contohnya, tanaman kopi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap temperatur. Itu sebabnya, tanaman kopi pada umumnya memerlukan tanaman lainnya agar dapat melindunginya dari sinar matahari langsung. Tanpa adanya tanaman pelindung tersebut, maka temperatur sekitar tanaman kopi akan meningkat dan menyebabkan pematangan biji kopi terjadi lebih cepat. Pada jenis Arabica, pematangan yang lebih cepat ini akan mengubah kadar asamnya. Selain itu, kenaikan temperatur juga dapat meningkatkan jumlah hama penggerek buah pada tanaman kopi. 

(Dokumentasi: IRID, 2024)

Temperatur yang meningkat juga memungkinkan terjadinya serangan hama pada tanaman pisang. Peningkatan temperatur akan meningkatkan potensi penyakit darah pada pisang, sehingga kualitas pisang yang dihasilkan akan terganggu. Temperatur yang tinggi juga berpotensi pada kekeringan, di mana pisang yang dihasilkan menjadi lebih kecil secara ukuran. 

Produksi rumput laut sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, seperti lokasi, bibit, perawatan dan metode pengembangannya. Pertumbuhan rumput laut pada umumnya memerlukan temperatur rata-rata di rentang 23-32oC. Apabila terjadi kenaikan temperatur, maka penyakit ice-ice dapat menyerang rumput laut. Sampai pada saat diskusi ini dilaksanakan, belum ada cara untuk menghilangkan penyakit ini. Walau demikian, penyakit ini dapat dikurangi dengan menggunakan metode pengembangan yang tepat.  

Hasil tangkapan ikan pun juga dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim. Kondisi iklim dan cuaca yang tidak menentu, membuat nelayan semakin sulit untuk memprediksi musim untuk menangkap ikan. Bahkan akhir-akhir ini, banyak nelayan yang harus melaut lebih jauh, untuk menangkap ikan.  

Salah satu solusi yang dilakukan oleh masyarakat adalah menempatkan rumpon, yang berfungsi sebagai rumah ikan, dan dipasang tidak terlalu jauh dari garis pantai. Apabila pemanfaatannya optimal, maka akan banyak ikan yang dapat ditangkap di sekeliling rumpon tersebut.  

Dampak perubahan iklim sebenarnya tidak hanya mempengaruhi kualitas dari keanekaragaman hayati yang tersedia. Namun, dampak perubahan iklim juga menyulitkan proses produksi dan distribusi dari komoditas-komoditas di atas. 

Pada jenis komoditas kopi misalnya, diperlukan proses pengeringan biji kopi pasca panen sebelum dijual. Seluruh jenis proses pengolahan kopi membutuhkan temperatur yang tepat. Apabila iklim berubah, maka proses produksi kopi menjadi terganggu, karena masing-masing proses memerlukan kadar air tersendiri untuk menentukan kualitasnya.  

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan 

Beberapa solusi yang muncul di dalam diskusi untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan keanekaragaman hayati, meliputi perlunya zonasi untuk masing-masing komoditas. Walau demikian, harus diperhatikan agar zonasi ini tidak mengarah pada terjadinya monokultur di dalam wilayah tersebut. 

Kawasan Desa Nelayan Oesapa, NTT (Dokumentasi: IRID, 2024)

Selain isu perubahan iklim yang mengancam keanekaragaman hayati, perlu diperhatikan juga isu non-perubahan iklim yang dapat mempengaruhi penghidupan masyarakat. Harga BBM yang cukup mahal untuk diakses oleh nelayan, misalnya, membuat biaya melaut nelayan menjadi sangat mahal, terutama karena mereka harus mencari ikan ke wilayah yang lebih jauh. Pada saat yang bersamaan, nelayan juga mengalami kesulitan dalam mengakses bahan bakar minyak (BBM) untuk menggerakkan kapalnya. Tidak jarang para nelayan harus menggunakan BBM dengan nilai oktan1 yang lebih tinggi yang menyebabkan peningkatan biaya untuk melaut. Itu sebabnya, diperlukan akses pada BBM yang terjangkau bagi nelayan, agar dapat melaut dengan biaya yang rendah. 

Hal lainnya yang juga dipandang sebagai gangguan adalah keberadaan mikroplastik di perairan yang dapat mengganggu pertumbuhan dari rumput laut. Itu sebabnya, di beberapa wilayah, penggunaan tali rafia untuk budidaya rumput laut sudah dilarang, karena dapat meningkatkan kadar mikroplastik di perairan.   

Dampak perubahan iklim pastinya tidak dapat dihindari saat ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim menjadi sangat penting guna meminimalkan terjadinya kehilangan dan kerusakan terhadap keanekaragaman hayati. Namun, seiring dengan hal tersebut, kesehatan lingkungan juga perlu dijaga bagi kelangsungan keanekaragaman hayati yang ada. Terutama jika kelangsungan hidup masyarakat, bergantung tinggi pada layanan ekosistem dari keanekaragaman hayati tersebut. 

Bagikan :