Catatan COP30: Ketersediaan Pendanaan Iklim dan Dampaknya pada Peningkatan Ambisi Iklim

Konteks: tulisan ini disusun sebagai upaya untuk menjelaskan korelasi dari implementasi Pasal 9 paragraf 5 Persetujuan Paris, terhadap peningkatan ambisi iklim di negara-negara berkembang.

Dokumentasi: IRID, 2025

_ (COP) merupakan salah satu pertemuan tahunan yang selalu menarik perhatian banyak orang di seluruh penjuru dunia. Pada tahun 2025 ini, pertemuan yang memang didedikasikan untuk membahas isu perubahan iklim di dalam konteks United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dilaksanakan di Brasil, yang merupakan tempat lahirnya UNFCCC pada tahun 1992. Selain itu, Brasil juga menjadi tempat dimana perayaan 10 tahun setelah Persetujuan Paris disepakati, sehingga  membuat momen ini menjadi sangat unik dan bersejarah.

Sama seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, isu pendanaan iklim tidak pernah luput menjadi perhatian orang. Harus diakui bahwa pada akhirnya, seluruh aksi iklim yang dapat dilakukan akan sangat bergantung pada ketersediaan dana iklim. Itu sebabnya, membicarakan tentang pendanaan iklim, merupakan isu yang menarik di setiap COP.

Certainty and Clarity

Salah satu pertanyaan yang selalu muncul di dalam perundingan iklim adalah, “Uangnya ada nggak?” Hal ini disebabkan karena fakta bahwa tanpa ketersediaan dana yang memadai, maka upaya untuk melakukan aksi iklim yang ambisius dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas suatu negara, tidak akan dapat tercapai. Namun, dengan memiliki informasi terkait ketersediaan dana, maka negara berkembang dapat mengukur sampai sejauh mana aksi iklim yang direncanakan, akan dapat diimplementasikan.

Salah satu cara untuk memastikan adanya kejelasan ketersediaan pendanaan bagi negara-negara berkembang untuk melakukan aksi iklim adalah melalui upaya negara maju dalam mengkomunikasikan informasi dan strategi yang akan digunakan untuk menyalurkan pendanaan iklim. Persetujuan Paris pun menangkap kebutuhan tersebut, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 9 paragraf 5 dari Persetujuan Paris, atau yang disebut sebagai ex-ante communication. Itu sebabnya, setiap dua tahun sekali, negara-negara maju diharapkan untuk mengkomunikasikan upaya mereka dalam menyediakan dan memobilisasi pendanaan guna memberikan gambaran bagi negara berkembang, berapa dana iklim yang tersedia untuk aksi iklim.

Memastikan Janji yang Disampaikan

Mengetahui pendanaan iklim yang tersedia dapat memberikan kejelasan bagi negara berkembang sampai sejauh mana mereka dapat melakukan aksi iklim sesuai dengan kebutuhan dan prioritas mereka. Informasi mengenai ketersediaan pendanaan iklim dapat disampaikan dalam bentuk angka (kuantitas), saluran pendanaan yang digunakan (bilateral, multilateral, atau bank pembangunan multilateral, misalnya), rentang waktu penyaluran dana, tematik isu yang akan didanai (mitigasi, adaptasi, atau kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim), serta hal-hal lain yang relevan.

Namun, keterkaitan antara yang dikomunikasikan (ex-ante communication) dengan apa yang telah disalurkan (ex-post communication), tidak terlihat jelas. Bagaimana memastikan bahwa dana yang dikomunikasikan tersebut benar-benar disalurkan, masih menjadi pertanyaan. Saat ini di bawah Pasal 13 dari Persetujuan Paris, memang telah disusun mekanisme transparansi termasuk pelaporannya, yang disebut dengan Enhanced Transparency Framework (ETF). Walau demikian, ETF memiliki metodologi pelaporan aksi yang telah dilakukan, yang tidak berhubungan dengan apa yang dikomunikasikan negara maju terkait upaya penyaluran pendanaan, sebelum upaya tersebut dilakukan. Itu sebabnya, mengukur kemajuan dari upaya untuk memenuhi janji terkait pendanaan iklim yang disampaikan, menjadi penting.

Dokumentasi: IRID, 2025

Menagih Janji Pendanaan Iklim

Sebagai salah satu upaya untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai oleh para Pihak pada Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement ke-6 (CMA6) yang berlangsung bersamaan dengan COP29 pada tahun 2024 yang lalu, untuk memastikan bahwa negara-negara maju memenuhi janjinya, maka mereka diharapkan untuk mengkomunikasikan upaya-upayanya dalam menepati janji yang telah disepakati melalui New Collective Quantified Goal (NCQG). Sesuai dengan NCQG, negara maju diharapkan dapat memimpin upaya mobilisasi pendanaan iklim baik dalam mencapai USD 300 miliar per tahun maupun USD 1,3 triliun per tahun.

Selain itu, Pasal 9 paragraf 1 dari Persetujuan Paris menyatakan bahwa negara-negara  maju wajib menyediakan pendanaan iklim, guna membantu negara-negara berkembang dalam melakukan aksi iklim yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya. Aksi-aksi iklim tersebut dapat berupa mitigasi dan adaptasi, serta upaya-upaya untuk menghindari terjadinya kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim. Mobilisasi dan penyediaan pendanaan iklim merupakan dua hal yang berbeda. Kesamaannya dalam konteks Persetujuan Paris adalah keduanya harus dipimpin oleh negara-negara maju.

Guna memastikan negara maju menjalankan peran dan memenuhi janjinya, maka penting bagi negara maju untuk mengkomunikasikan upayanya dalam menyalurkan pendanaan iklim, dengan memisahkan antara pendanaan yang akan disediakan dan pendanaan yang akan dimobilisasi. Disagregasi informasi terkait dana yang akan disediakan dan mobilisasi, serta instrumen yang digunakan, atau hal-hal lain yang relevan, dapat memberikan kejelasan terkait jenis pendanaan yang akan disalurkan oleh negara maju.

Negara-negara berkembang juga memerlukan informasi terkait aksi iklim apa saja yang eligible untuk didanai. Apakah dana tersebut dapat membiayai upaya-upaya adaptasi, mitigasi, potensi kehilangan dan kerusakan (loss and damage) akibat dampak perubahan iklim, perlu dipastikan. Selain itu, terdapat juga kebutuhan pendanaan untuk melakukan transisi berkeadilan, penyusunan laporan transparansi dua tahunan (biennial transparency report), peningkatan kapasitas, dan lain sebagainya. Tanpa informasi ini, sangat memungkinkan bahwa kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pendanaan, menjadi tidak eligible karena ketidaksesuaian lingkup dari pendanaan iklim itu sendiri.

Dari Negosiasi Menuju Implementasi

Walaupun negosiasi terlihat tidak bergerak, namun sebenarnya terdapat kemajuan yang berarti sebagai hasil dari negosiasi. Contohnya, terhitung dari waktu ketika Fund for Responding to Loss and Damage (FRLD) disepakati oleh para Pihak di COP27 tahun 2022 yang lalu, di tahun ini – pada COP30 – FRLD meluncurkan call for proposal-nya yang pertama. Ini menunjukkan bahwa ada kemajuan dari proses negosiasi yang berlangsung. Namun, harus diakui bahwa kemajuan ini belum pada kecepatan yang diinginkan oleh seluruh Pihak. Itu sebabnya, transparansi menjadi kunci penting untuk meningkatkan implementasi dan perlahan bergeser dari negosiasi. Keterbukaan informasi mengenai berapa banyak dana yang disediakan dan dimobilisasi, rentang waktu, saluran pendanaan yang digunakan, besaran, instrumen, antara lain, akan memberikan gambaran sejauh mana implementasi dapat dilakukan.

Namun, mekanisme penelusuran terkait dengan dana-dana tersebut juga menjadi sangat penting, berikut dengan instrumennya. Mekanisme tersebut setidaknya harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah dana tersebut tersedia atau tidak, bagaimana pemanfaatannya, serta aksi iklim apa yang dilakukan dengan menggunakan dana tersebut. Itu sebabnya menyelaraskan informasi yang diberikan secara ex-ante and ex-post, harus dilakukan. Lagipula, bukan kah COP30 digadang-gadang agar menjadi COP of truth, dimana keterbukaan informasi menjadi faktor penentu untuk mencapai tujuan Persetujuan Paris sebagaimana yang telah disepakati?

Share: