
Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan oleh Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) dan Yayasan Pikul pada bulan September 2025 yang lalu memberikan afirmasi bahwa isu pangan, energi, kehutanan/lahan, dan air di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lagi dapat dilihat per sektor saja. Keterkaitan erat dari multi sektor atau nexus, menjadi kunci untuk memahami risiko dan merumuskan strategi transisi iklim yang berkeadilan. Namun, integrasi isu lintas sektor tersebut masih menghadapi sejumlah hambatan, dimana inovasi pembiayaan di tingkat subnasional menjadi kebutuhan yang mendesak, utamanya karena ketergantungan hanya pada dana publik tidak akan mencukupi.
Menanggapi hal tersebut, IRID bersama dengan Yayasan Pikul mengadakan diskusi lanjutan pada Selasa, 14 Oktober 2025, guna membahas strategi penguatan dan mobilisasi peran sektor keuangan di Provinsi NTT untuk membiayai transisi iklim yang berkeadilan. Diskusi tersebut menggali informasi terkait inovasi pembiayaan yang mungkin di tingkat subnasional, dengan mendalami bagaimana institusi keuangan daerah dapat mengembangkan produk dan layanan pembiayaan hijau, dengan menjajaki model Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai instrumen pengelola dana iklim yang kredibel dan efektif. di tingkat subnasional.
Pembiayaan Iklim Daerah dari Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat telah memberikan indikasi bahwa dana transfer dari pusat untuk daerah akan semakin berkurang. Penurunan dana transfer ini tentunya akan berdampak langsung kepada pemerintah daerah, khususnya daerah yang sangat bergantung pada dana yang berasal dari pusat dan memiliki porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tergolong kecil, seperti Provinsi NTT.
Maka dari itu, diperlukan pembiayaan daerah yang berasal dari sumber lainnya . Misalnya, dengan meningkatkan peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai Agen Pembangunan Hijau. BPD dapat menyediakan kredit yang dengan suku bunga lebih rendah, jangka waktu (grace period) yang fleksibel, dan persyarat agunan yang sederhana atau bahkantanpa agunan. Selain itu, optimalisasi koperasi dan/atau meningkatkan peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) serta Lembaga Keuangan Mikro juga dapat dilakukan. Utamanya karena institusi pendanaan ini memiliki jangkauan yang luas, kedekatan sosial dengan masyarakat sekitar, dan saluran distribusi dana yang efektif.
Pilihan lainnya adalah melalui pembentukan BLUD khusus dana iklim, seperti yang tercantum pada PP Nomor 26 Tahun 2025 dan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. Namun, dengan catatan Unit Pengelola Daerah (UPD) mampu menjamin ketahanan iklim pada masyarakat. Hal lain yang dapat menjadi pilihan adalahmelalui pembentukan Sovereign Wealth Fund[1]atau dana abadi di daerah. Sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU HKPD) dan PMK Nomor 64 Tahun 2024 yang mengatur detail pembentukan Dana Abadi Daerah (DAD), daerah dapat membentuk dana abadi di tingkat daerah.
Inovasi Pembiayaan Iklim Daerah melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Dana Abadi Daerah (DAD)
BLUD perubahan iklim di daerah merupakan bentuk layanan kepada masyarakat, terutama untuk ketahanan iklim. Apabila BLUD menjadi pilihan bagi provinsi NTT untuk mengakses lebih banyak pendanaan, maka, BLUD dapat berperan sebagai pengelola dana iklim (climate fund manager), akselerator proyek hijau, fasilitator kemitraan, dan penyedia layanan teknis. Di Provinsi NTT, BLUD dapat bermitra dengan BPD NTT dalam melakukan penilaian terhadap kredit-kredit yang diajukan kepada BPD NTT. BLUD juga dapat memberikan garansi atau jaminan terhadap kredit-kredit tersebut.
Inovasi lainnya adalah Dana Abadi Daerah (DAD) yang dapat dibentukuntuk memutus mata rantai ketergantungan pada pendapatan yang fluktuatif dan memastikan bahwa kekayaan alam yang diekstraksi hari ini dapat diubah menjadi kesejahteraan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Sumber dana DAD dapat berasal dari: (1) penyisihan pendapatan daerah dari PAD, (2) Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA); (3) return dari Investasi Profesional[2]; serta (4) pemanfaatan hasil investasi untuk pembiayaan kegiatan terkait iklim/ kegiatan hijau.

Pembelajaran dari BLUD UPTD Raja Ampat dan BLUD SPAM Provinsi NTT
BLUD UPTD Raja Ampat
Sistem BLUD UPTD Raja Ampat menawarkan layanan kepada publik untuk pengelolaan kawasan konservasi, khususnya meliputi: layanan perlindungan dan penegakan aturan zonasi dalam kawasan konservasi; pelayanan, penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat di dalam kawasan konservasi; pemantauan kondisi ekosistem dan pemanfaatan sumber daya perairan; penyediaan informasi dan status kondisi ekosistem dan pemanfaatan sumber daya perairan; serta pelayanan pemeliharaan sarana prasarana tambat kapal (mooring)[3] dalam kawasan konservasi.
Pada tahun 2023, BLUD UPTD Raja Ampat telah menghasilkan pendanaan sekitar 18 miliar rupiah dan tahun 2024 sebesar 20 miliar rupiah. Melalui portfolio tersebut, BLUD UPTD Raja Ampat diharapkan dapat meningkatkan hasilnya di tahun-tahun berikutnya (BLUD UPTD Raja Ampat, 2025). Meski demikian, penerapan sistem BLUD UPTD Raja Ampat juga masih menghadapi berbagai tantangan, diantaranya yaitu belum semua pemangku kebijakan/kepentingan memiliki pemahaman sistem BLUD. Padahal, diperlukan koordinasi yang intens di seluruh tingkat pemangku kepentingan terkait sistem BLUD, dan desain ekosistem pemanfaatan kawasan yang belum sinergis dengan kebutuhan masyarakat setempat.
BLUD SPAM Provinsi NTT
Provinsi NTT juga sudah menerapkan sistem BLUD pada pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan satu sumber air, yaitu Bendungan Tilong yang berkapasitas 150 liter/detik. Layanan BLUD SPAM NTT sementara ini hanya mencakup pelayanan di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Reservoir dan pipa distribusi BLUD SPAM Provinsi NTT tersebut melayani area Penfui, Naikoten, Liliba, Oebobo, Pasir Panjang, Merdeka, Oeba, hingga Lasiana.
Dalam implementasinya, BLUD SPAM Provinsi NTT memiliki beberapa tantangan makro, seperti kondisi curah hujan kritis di wilayah NTT. Curah hujan yang kritis ini mengakibatkan berkurangnya suplai debit air, dimana jumlah air hujan yang dapat ditampung hanya 1.200 mm3/tahun, atau setara dengan curah hujan di Bandung selama kurang lebih lima hari.
[1] Sovereign Wealth Fund adalah dana investasi khusus yang dibuat atau dimiliki oleh pemerintah untuk memegang atau menguasai aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang (International Monetary Fund, 2007).
[2] Investasi Profesional adalah investasi yang dilakukan oleh individu atau entitas yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya finansial yang signifikan di bidang keuangan dan investasi. Investor profesional dapat berupa lembaga keuangan seperti bank, perusahaan asuransi, dana investasi, atau individu dengan kekayaan bersih tinggi yang memenuhi kriteria tertentu
[3] Tambat kapal adalah kegiatan menyandarkan kapal di dermaga atau di tempat tertentu untuk mengikatnya agar tidak bergerak.
Bagikan :

