Mendanai Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan pentingnya melakukan transisi iklim di tingkat global untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata global melebihi 1,5oC. Laporan tersebut juga menyatakan, pentingnya melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), dengan melakukan transisi di sistem kelistrikan. Indonesia saat ini juga tengah mempersiapkan diri dalam melakukan transisi di sektor energi, yang tentunya memiliki kebutuhan pendanaan yang tidak sedikit. Beberapa inisiatif kemudian muncul untuk mendanai upaya-upaya transisi energi berkeadilan, khususnya di Indonesia, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM). 

Inisiatif pendanaan tersebut bukan hanya ditujukan untuk membantu negara-negara berkembang dalam melakukan pensiun dini terhadap pembangkit listrik berbasis fosil, namun seharusnya juga memungkinkan untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan guna memenuhi permintaan listrik. Meski begitu, dalam melakukan upaya-upaya transisi, perlu dipastikan agar dampak yang ditimbulkan tidak menjadi negatif dan/atau memberikan beban fiskal tambahan bagi negara-negara berkembang yang melakukannya. Itu sebabnya, pendanaan transisi energi berkeadilan seharusnya juga mendanai aspek-aspek berkeadilan untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi baik secara sosial maupun ekonomi. 

Kebutuhan untuk melakukan transisi energi tentu saja tidak hanya berada di tingkat nasional, namun juga tingkat daerah. Studi yang dilakukan oleh Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) dan Yayasan Pikul, misalnya, terkait  kesiapan daerah dalam melakukan transisi energi berkeadilan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui upaya dedieselisasi. Upaya melakukan transisi energi berkeadilan melalui dedieselisasi dapat dilakukan dengan mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Namun, untuk mengembangkan energi terbarukan di wilayah seperti NTT, terdapat kebutuhan-kebutuhan baik sebelum instalasi, saat instalasi berlangsung, serta pasca instalasi, yang memerlukan pendanaan yang tidak sedikit. Bahkan, pendanaan yang saat ini ada, tidak semuanya dapat menutupi kebutuhan pendanaan tersebut, baik dalam alokasi pendanaan, maupun periode berlakunya pendanaan tersebut. Maka dari itu, memastikan pendanaan jangka panjang demi kelangsungan transisi energi yang memadai dan berkelanjutan, menjadi penting untuk dibicarakan.

Bagikan :

Publikasi

August 1, 2024

Mendanai Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia