Meninjau Potensi Kelanjutan Kolaborasi Pemangku Kepentingan dalam Mewujudkan Transisi Energi Berkeadilan di Nusa Tenggara Timur

Penulis: Maria Putri Adianti, Staf Komunikasi dan Henriette Imelda, Direktur Advokasi Kebijakan

Kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam pengembangan energi terbarukan di Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki peran krusial dalam mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) dianggap sebagai inisiatif efektif untuk mengikat kolaborasi tersebut agar tetap berjalan optimal. Namun, masing-masing pemangku kepentingan memiliki potensi dan tantangan tersendiri untuk mencapai pengembangan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.

Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) bekerja sama dengan Yayasan Pikul dan Tim Program Menuju Transisi Energi Rendah Karbon (MENTARI), mengadakan lokakarya regional secara berkala bersama Pemerintah Daerah Provinsi NTT dan pemangku kepentingan lainnya pada 11-12 Oktober 2023, di Hotel Aston – Kupang, NTT, yang berjudul “Menuju Transisi Energi Berkeadilan dan Berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur”. Lokakarya ini bertujuan untuk membahas potensi kolaborasi regional dan memberikan rekomendasi guna meningkatkan kualitas pelaksanaan program transisi energi di tingkat provinsi NTT.

Rencana Pembangunan Rendah Karbon di Provinsi NTT

Pembangunan rendah karbon menjadi prioritas utama di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diwujudkan melalui pemanfaatan energi terbarukan, pelestarian lingkungan, serta kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi NTT membagi kinerja dan target pembangunan energi menjadi dua program utama. Program pertama adalah pengelolaan energi terbarukan, dengan target tersedianya 6.507 unit di tahun 2024 – 2026 sarana pemanfaatan energi terbarukan (Bappelitbangda NTT, 2023). Program kedua adalah pengelolaan ketenagalistrikan yang menargetkan pemasangan 2500 meteran listrik gratis hingga tahun 2026 (Bappelitbangda NTT, 2023).

Meski demikian, beberapa tantangan seperti tingginya ketergantungan pada energi fosil, keterbatasan akses dan infrastruktur energi, pengelolaan potensi energi terbarukan yang belum optimal, serta ketiadaan regulasi terkait pengelolaan energi di tingkat daerah, masih menjadi masalah yang harus diselesaikan.


Pengembangan Energi dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi NTT

Pemerintah juga telah menyertakan program pengelolaan energi terbarukan ke dalam RUED Provinsi NTT. Implementasi dari program ini berupa pelaksanaan konservasi energi di wilayah provinsi, yang meliputi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), pengembangan biogas, dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Implementasi RUED ini sudah berjalan sejak tahun 2022 – 2023, menggunakan sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara / Daerah (APBN / APBD). Hal lain yang juga terdapat di dalam RUED adalah pengembangan infrastruktur energi dengan memperluas jaringan distribusi listrik untuk mencakup daerah-daerah terpencil di NTT, promosi efisiensi energi di sektor industri, transportasi, dan bangunan, serta peningkatan kapasitas lokal dalam mengelola proyek-proyek energi terbarukan yang dilakukan melalui pelatihan tenaga kerja lokal dalam bidang energi terbarukan dan manajemen energi.

Selain itu, RUED juga melihat pentingnya kolaborasi bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta pihak Swasta, untuk mendukung investasi dalam proyek energi terbarukan. Kolaborasi ini diharapkan dapat menyediakan modal, teknologi, serta pengalaman yang diperlukan untuk memastikan keberkelanjutan.

Pengembangan Energi Terbarukan dalam Transformasi Perusahaan Listrik Negara (PLN)

Strategi transisi energi juga dilakukan oleh PLN melalui program transformasinya yang mencakup pilar green. Pilar ini merupakan komitmen PLN dalam mendukung program pemerintah untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23% tahun 2025 (Gatrik PLN NTT, 2023).

Hal ini diwujudkan melalui pelaksanaan strategi pengembangan energi terbarukan, meliputi pengembangan pembangkit listrik dengan mempertimbangkan supply demand, ketersediaan sumber energi setempat (resource based), keekonomian, kehandalan, serta ketahanan energi nasional. Selain itu, percepatan pengembangan energi terbarukan pada daerah yang menggunakan BBM impor sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), juga akan dilakukan. Pelaksanaan strategi ini dipandang strategis baik dari sisi bisnis PLN maupun penghematan subsidi energi dari Pemerintah.

Mendorong Peran Perempuan melalui Integrasi Gender and Inclusion (G&I) dalam Transisi Energi Terbarukan

Implementasi dari rencana transisi energi juga harus memastikan penerapan aspek keadilan bagi perempuan, kelompok perempuan, disabilitas, marginal, dan kelompok rentan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan peran mereka, terutama dari sisi akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dari pengembangan energi terbarukan. Program MENTARI memiliki visi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan pengurangan kemiskinan di Indonesia, dengan mendukung penyerapan energi rendah karbon. Dalam seluruh kegiatannya, program ini selalu mengedepankan aspek Gender and Inclusion (G&I) menjadi arus utama dalam masing-masing komponen. Melalui hal tersebut, diharapkan bahwa dengan melakukan pengarusutamaan G&I dalam program pengembangan energi terbarukan, maka akan menciptakan kepemimpinan yang lebih kooperatif, masyarakat yang partisipatif, rasa kepemilikan yang kuat antar masyarakat, serta pembangunan kolaboratif yang lebih efisien.

—————–

Bagikan :