Meningkatkan Efisiensi Energi pada Sistem Pendingin Ruangan

Konsumsi energi pada sektor bangunan mencakup 30% dari permintaan energi final global pada tahun 2022, dengan rata-rata peningkatan 1,1% per tahun sejak 2010. Itu sebabnya, sektor bangunan menjadi salah satu sektor kunci dalam upaya melipatgandakan tingkat kemajuan rata-rata efisiensi energi tahunan global pada tahun 2030, yaitu sebesar 4%. Terkait hal ini, meningkatkan efisiensi energi pada sistem pendingin ruangan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan. Suhu panas telah menyebabkan peningkatan permintaan terhadap teknologi pendingin secara pesat, seperti pengkondisi udara atau yang umum disebut dengan AC (air conditioner). International Energy Agency (IEA) dalam The Future of Cooling melaporkan bahwa permintaan energi global untuk pendinginan diperkirakan meningkat sebesar 45% pada tahun 2050, dibandingkan dengan tahun 2016. Lonjakan penggunaan pendingin ruangan ini dapat menjadi offset peningkatan efisiensi energi yang telah dicapai.

Maka dari itu, ketersediaan dan keterjangkauan AC hemat energi secara luas sangat penting untuk mengurangi dampak AC terhadap permintaan energi nasional dan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sayangnya, mayoritas AC yang beredar di pasar Indonesia masih tergolong sebagai AC dengan efisiensi rendah. Pada tahun 2021, sebanyak 2,3 juta AC dengan efisiensi rendah terjual di Indonesia. Angka tersebut mencakup 37% dari total penjualan 6,2 juta AC dengan efisiensi rendah yang terjual di 6 pasar AC terbesar di Asia Tenggara (Vietnam, Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura).

Grafik 1. Penjualan AC dengan efisiensi rendah di 6 negara ASEAN, disertai persentase sumber impor dan produksi domestik tahun 2021 (CLASP, 2023)

Pemerintah Indonesia telah meningkatkan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) AC guna meningkatkan jumlah AC hemat energi di pasaran sekaligus menghindari dumping[1]produk AC tidak efisien. Walaupun peningkatan SKEM AC perlu dilakukan sebagai upaya transformasi pasar,  harga unit AC hemat energi di Indonesia masih relatif lebih tinggi dibandingkan AC yang tidak efisien, sehingga menjadi tidak kompetitif di pasaran. Harus diakui bahwa pembelian peralatan hemat energi begitu dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia selaku konsumen. Maka, selama AC tidak efisien beredar luas di pasaran dengan harga yang lebih murah, peningkatan SKEM AC tampak tidak memengaruhi sisi permintaan masyarakat terhadap peralatan efisien energi.

Dapatkah label hemat energi mendorong minat masyarakat terhadap produk yang efisien energi?

Untuk meningkatkan permintaan masyarakat terhadap AC hemat energi, Pemerintah Indonesia mengupayakan pendekatan non-ekonomi, yakni menerapkan skema pelabelan hemat energi. Instrumen tersebut diharapkan dapat mengatasi hambatan informasi di masyarakat dalam memilih peralatan hemat energi, baik AC ataupun piranti lainnya, seperti kulkas, penanak nasi, dan lampu jenis light emitting diode (LED). Di Indonesia, label tanda hemat energi yang umumnya didapati pada unit AC adalah logo bintang: semakin banyak bintang mencerminkan unit yang semakin hemat energi.

Gambar 1. Contoh Label Tanda Hemat Energi Bintang Empat

Sayangnya, menurut survei yang dilakukan oleh CLASP dalam laporannya pada tahun 2020, label tanda hemat energi ini tidak cukup memotivasi keputusan masyarakat untuk membeli AC hemat energi. Harga yang tidak mahal nyatanya masih menjadi patokan utama dalam memilih unit AC, alih-alih manfaat efisiensi energi dalam jangka waktu panjang.

Edukasi adalah satu hal, kedua adalah bagaimana implikasi ekonomi yang dihasilkan dari pelabelan tersebut. Elemen informasi pada label tanda hemat energi ini seharusnya dapat dibuat lebih menarik perhatian konsumen terhadap efisiensi atau penghematan energi. Misalnya, elemen label yang menginformasikan manfaat keekonomian yang didapat oleh konsumen, seperti informasi tentang estimasi biaya operasional tahunan dan/atau estimasi penggunaan listrik tahunan. Cara ini seharusnya dapat membantu konsumen untuk membuat keputusan pembelian berdasarkan biaya siklus hidup (lifecycle cost) dari peralatan terkait, tidak hanya biaya di muka (upront cost). Tidak hanya memudahkan konsumen untuk membandingkan keuntungan AC hemat energi dengan yang tidak efisien, informasi keekonomian ini dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap efisiensi energi.

Hal penting lainnya adalah ketika masyarakat lebih merespons terhadap insentif ekonomi, kebijakan yang didesain seharusnya dapat membantu mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengadopsi teknologi efisiensi energi. Memberikan subsidi pada pembelian peralatan hemat energi dapat menjadi salah satu opsi, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah untuk mengatasi entry-barrier dalam aktivitas efisiensi energi.


[1] Dumping adalah praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. 


Bagikan :