Kenaikan temperatur rata-rata global yang telah mencapai 1,1oC memerlukan upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang signifikan; salah satunya adalah melalui transisi energi. Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia, yang berupaya untuk melakukan transisi energi. Namun, untuk melakukannya dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Inisiatif seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM) merupakan inisiatif yang berupaya untuk mendukung negara-negara berkembang dalam melakukan transisi energi. Pada saat yang bersamaan, upaya melakukan transisi energi juga harus memastikan ketersediaan listrik yang adil dan merata. Itu sebabnya, transisi energi juga harus dilakukan di tingkat daerah, dan bukan hanya di tingkat nasional.
Oleh karena isu pendanaan transisi energi adalah isu penting, bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat daerah, Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) menyelenggarakan diskusi kelompok terbatas pada 26 Oktober 2023, di Hotel Pullman Jakarta, untuk membahas berbagai peluang pendanaan untuk mewujudkan transisi energi berkeadilan di Indonesia, yang juga dapat diakses oleh pemangku kepentingan di tingkat daerah.
Realisasi Transisi Energi dan Pendanaannya di Indonesia
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia; namun, hal ini juga menjadi tantangan bagi Indonesia. Hingga tahun 2023, realisasi energi terbarukan di dalam bauran energi, baru mencapai 12.3%, jumlah ini adalah setengah dari target yang ingin dicapai pada tahun 2025, yaitu 23% (ESDM, 2023).
Berbagai upaya pendanaan transisi energi yang ada mencakup bentuk komersial maupun non-komersial. Pendanaan komersial mencakup pendanaan melalui perbankan maupun non-bank hingga blended finance. Sedangkan pendanaan non-komersial meliputi pendanaan dengan menggunakan APBN atau hibah.
Pendanaan energi pun dapat berasal dari institusi di nasional maupun internasional. Pendanaan nasional misalnya yang melibatkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), sementara pendanaan internasional misalnya melalui Green Climate Fund (GCF), Global Credit Loan (GCL), dan Mitra Pembangunan. Selain itu, terdapat juga pendanaan dari berbagai inisiatif terkait transisi energi seperti JETP, sejumlah 20 miliar dollar AS.
Pendanaan Transisi Energi Berkeadilan melalui Skema ETM Country Platform
ETM Country Platform merupakan kerangka kerja pembiayaan guna mempercepat transisi energi dengan memobilisasi sumber pendanaan komersial dan non-komersial. Program ini melibatkan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai fund manager untuk mengembangkan kerangka kerja pembiayaan dan investasi program ETM di Indonesia.
Tujuan utama dari program ETM adalah untuk mengoptimalkan bauran energi di Indonesia sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), mendukung penurunan emisi gas rumah kaca di subsektor ketenagalistrikan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net Zero Emission (NZE), memperpendek umur ekonomis proyek PLTU Batubara, serta mempercepat investasi pembangkit listrik energi terbarukan.
Saat ini, dana internasional yang diperoleh ETM berasal dari Climate Investment Fund Accelerating Coal Transition (CIFACT). Dana ini akan dialokasikan pada tiga pilar, yaitu sebesar 5% untuk tata kelola, 25% untuk masyarakat dan komunitas, dan 70% untuk infrastruktur. Pendanaan ini akan berfokus pada dua komponen yaitu percepatan pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), serta pada komponen yang terkait dengan pembongkaran, pengalihan aset, analisis opsi teknologi, pemanfaatan kembali lokasi tambang yang telah ditutup, dan teknologi lainnya (BKF, 2023).
Mendanai Transisi Energi Berkeadilan dari Perspektif Filantropi
Kontribusi filantropi di dalam transisi energi dapat berupa pendanaan, namun juga dalam membangun keahlian teknis, jaringan, advokasi, kolaborasi, kemitraan, serta pengambil risiko. Selama tahun 2019-2021, nilai kontribusi filantropi untuk mitigasi perubahan iklim kian meningkat mendekati angka 2 persen dari total kontribusi filantropi untuk perubahan iklim. Total kontribusi filantropi, yayasan, dan individual di tahun 2021 dapat mencapai USD 7,5-12,5 miliar (Funding Trends 2022: Climate Change Mitigation Philanthropy, Climate Works Foundation, 2022).
Meskipun terlihat besar, namun sayangnya kontribusi filantropi masih terbilang kecil dibandingkan pendanaan yang berasal dari swasta serta pemerintah untuk kegiatan-kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan global untuk mengatasi perubahan iklim. Pemerintah dan lembaga milik pemerintah menghabiskan paling sedikit USD 1,8 triliun setiap tahunnya untuk mendanai program/kegiatan yang membahayakan lingkungan. Nilai tersebut setara dengan 2% dari Gross Domestic Product (GDP) global. Padahal 2-3% GDP global sebanding dengan jumlah pendanaan yang dibutuhkan untuk mencapai net zero emission dalam konteks Persetujuan Paris (Funding Trends 2022: Climate Change Mitigation Philanthropy, Climate Works Foundation, 2022).
Walau demikian, kontribusi filantropi semakin kompleks dan terus berkembang untuk mendukung aksi-aksi perubahan iklim. Secara global, kontribusi filantropi telah mencapai USD 180 miliar pada tahun 2021 (Funding Trends 2022: Climate Change Mitigation Philanthropy, Climate Works Foundation, 2022).
Mendanai Transisi Energi di Indonesia melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)
BPDLH merupakan lembaga yang didirikan oleh pemerintah Indonesia sebagai badan penaung dan penyalur beberapa sumber pendanaan terkait lingkungan hidup, agar dapat digunakan melalui berbagai instrumen di berbagai sektor, termasuk kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan, dan perikanan. BPDLH saat ini mengelola 3 (tiga) jenis dana, yakni dana belanja (jangka waktu 3-5 tahun), dana pembiayaan (dilakukan melalui skema blended finance antara dana APBN dengan dana lain, seperti dana hibah, baik dari konteks bilateral, multilateral, ataupun filantropi), dan dana investasi. Semua dana tersebut akan dikelola dengan sistem trustee, dan ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan ketahanan masyarakat melalui empat program tematik, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca, perbaikan kualitas lingkungan, meningkatkan ketahanan masyarakat, serta ketahanan terhadap bencana dan iklim.
Bagikan :