Memperkuat Ketahanan Masyarakat di Desa Nelayan Kedonganan, Bali

Dampak dari perubahan iklim tidak hanya mengancam daratan, namun juga kawasan pesisir dan perairan. Tanaman bakau merupakan salah satu tanaman yang memiliki segudang manfaat termasuk dalam mitigasi perubahan iklim melalui kemampuannya dalam menyerap karbon. Tidak hanya itu, tanaman bakau juga berfungsi untuk melindungi kawasan pesisir dari bencana alam, seperti abrasi dan erosi pantai, tsunami, serta cuaca ekstrem. Desa Nelayan Kedonganan di Bali merupakan desa yang memiliki hutan bakau seluas 8,2 hektare yang memberikan manfaat bagi ekosistem dan perekonomian masyarakat sekitar. Desa Nelayan Kedonganan memiliki tiga kelompok nelayan, salah satunya adalah Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih Kedonganan. Kelompok nelayan yang saat ini beranggotakan sejumlah 97 orang tersebut, dibentuk dengan tujuan untuk menjaga dan memulihkan hutan bakau (mangrove), serta sebagai wadah bagi para nelayan setempat untuk meningkatkan produktivitasnya.  

Manfaat Bakau bagi Perekonomian Masyarakat Desa Kedonganan

(Dokumentasi: IRID, 2024)

Selain berfungsi sebagai habitat penting dari berbagai jenis ikan hingga burung, buah tanaman bakau juga dapat diolah menjadi kopi, sirup, serta kulit pohon tanaman bakau untuk pewarna alami tekstil. Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih telah bekerja sama dengan Dinas Kehutanan – Taman Hutan Raya (Tahura) – yang memberikan pelatihan terkait tanaman bakau, mulai dari penanaman bibit hingga penjualan produk hasil tanaman bakau. Selain mendapatkan sumber pendapatan tambahan dari hasil tangkapan ikan dan produk hasil tanaman bakau, kelompok nelayan ini juga membuka peluang kerja sama dengan mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kelompok ini menjual bibit tanaman bakau dengan harga Rp 5.000 per bibitnya yang dapat ditanam oleh mahasiswa di wilayah tersebut.  

Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih telah memulai usaha budi daya, seperti kepiting bakau yang menjadi hasil tangkapan mereka. Walau demikian, mereka masih memiliki kendala, seperti belum adanya pelatihan untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Desa Kedonganan, seperti untuk keperluan produksi. Sementara itu, perempuan di Desa Kedonganan juga memiliki usaha pengolahan hasil laut, seperti pengolahan sambal ikan tongkol, walaupun ikan yang digunakan bukanlah berasal dari perairan sekitar melainkan dari wilayah lainnya.   

Selain terkendala oleh bantuan pelatihan yang dibutuhkan dari Pemerintah, UMKM yang menghasilkan produk olahan dari bakau dan tangkapan laut masih belum berkembang secara signifikan dikarenakan sebagian besar nelayan setempat juga memiliki pekerjaan utama, contohnya sebagai guru. Sehingga, pekerjaan nelayan yang merupakan sampingan tersebut bukan menjadi mata pencaharian utama yang juga berpengaruh terhadap budi daya hasil tangkapan.  

Tantangan dan Upaya dalam Menjaga Ekosistem Tanaman Bakau 

(Dokumentasi: IRID, 2024)

Walaupun tanaman bakau memiliki banyak fungsi, namun apabila tidak dirawat dengan baik, tanaman ini menjadi sangat rentan. Permasalahan yang kerap dihadapi kelompok nelayan dalam memberdayakan ekosistem bakau adalah jumlah sampah yang tinggi, terutama sejak COVID-19 melanda. Sampah dapat mengganggu ruang gerak dari pertumbuhan tunas dan dapat menyebabkan tanaman bakau mati, terlebih apabila sampah-sampah dari laut terbawa bersamaan dengan air yang deras. Selain itu, munculnya rumput laut liar dan kepiting-kepiting kecil sebagai hama juga dapat merusak tanaman bakau. Guna mengatasi permasalahan sampah yang tinggi dan mengubah pola pikir masyarakat yang kurang peduli terhadap sampah di sekitar tanaman bakau, Pemerintah Kabupaten Badung memberikan subsidi sebesar Rp 180.000 per hari selama enam bulan untuk masyarakat yang dapat membantu membersihkan sampah. Dalam sehari, sampah yang dikumpulkan dapat mencapai satu truk untuk kemudian diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) yang telah didirikan pada tahun 2021 dengan bantuan pengelola Tahura. Selain dukungan Pemerintah tersebut, kelompok nelayan juga pernah mengadakan perlombaan mencari sampah di laut untuk meningkatkan semangat masyarakat dalam membersihkan wilayahnya. Hingga saat ini, kelompok nelayan telah memiliki program bersih-bersih yang diadakan secara rutin setiap bulannya.  

Tanaman bakau yang sehat dan bersih tidak hanya dapat meningkatkan kualitas bakau dan hasilnya, namun juga berpengaruh terhadap besarnya tangkapan ikan. Apabila bakau dalam keadaan bersih dan sehat, besar ikan yang dapat ditangkap, seperti ikan belana, ikan kerapu, hingga lobster bisa mencapai minimal 20 kg hingga 45 kg per ekornya. Walau demikian, tangkapan ikan tidak hanya dipengaruhi oleh kebersihan dari tanaman bakau saja, namun juga bergantung terhadap kondisi perairan. Guna mengetahui kondisi perairan, para nelayan dapat menggunakan aplikasi ‘Tides’ yang dapat diunduh melalui ponsel mereka untuk melihat pasang surut dan kecepatan air di Teluk Benoa yang menjadi wilayah tangkapan kelompok nelayan tersebut. 

Upaya konservasi dan restorasi tanaman bakau perlu ditingkatkan untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan kelompok nelayan yang ada, seperti Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih, terutama bagi nelayan dan masyarakat sekitar yang sudah memiliki keinginan tinggi untuk menjaga ekosistem bakau dan pesisir. Di sisi lain, dukungan dari Pemerintah dalam pengembangan UMKM juga dibutuhkan, sehingga ekosistem bakau tidak hanya memberikan manfaat terhadap alam, namun juga berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian masyarakat di Desa Kedonganan, Bali.  

Bagikan :