Kolaborasi antar stakeholders terkait pembangunan energi terbarukan merupakan salah satu kunci penting dalam mendukung upaya pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai target rasio elektrifikasi sebesar 100 persen. Bentuk kolaborasi yang dilakukan antara lain menentukan peran pelaksanaan teknis operasi, pemeliharaan teknologi energi terbarukan, dan memastikan keberlanjutan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, pembentukan kelompok kerja (Pokja) terkait urusan pengembangan energi terbarukan dinilai perlu dilakukan.
Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) bersama dengan Yayasan Pikul telah melakukan focus group discussion yang dilaksanakan pada 13 September 2023 di Kupang, NTT. Topik pembahasan berfokus pada hasil rangkaian diskusi mengenai transisi energi berkeadilan di wilayah NTT sejak Juli hingga Agustus 2023. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, berikut ini adalah rekomendasi terkait peranan pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil, dan institusi lainnya yang dapat dilakukan dalam rangka memperkuat kolaborasi antar stakeholders untuk pengembangan energi terbarukan.
Rekomendasi untuk Pemerintah Provinsi NTT
Pemerintah Provinsi NTT merupakan aktor utama dalam penyusunan strategi dan kebijakan di wilayah NTT. Dari sisi teknis, Pemerintah Provinsi dapat mengambil peran dalam pengembangan strategi dan penyusunan peta jalan yang dinamis terkait energi terbarukan. Selain itu, Pemerintah Provinsi juga dapat berkontribusi dalam mengidentifikasi sumber-sumber energi terbarukan yang berada di daerah-daerah yang sulit terjangkau, serta dapat berkolaborasi dengan sektor produktif lainnya untuk meningkatkan permintaan energi terbarukan. Masih dari sisi teknis, peran Pemerintah Provinsi dibutuhkan dalam mendukung kegiatan studi kelayakan (feasibility study) dan menjamin mutu pengembangan infrastruktur energi terbarukan di daerah potensial.
Dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM), Pemerintah Provinsi dapat menyediakan fasilitas pendidikan dan pelatihan SDM di bidang energi terbarukan, serta memfasilitasi proses upskilling dan reskilling yang terjangkau bagi masyarakat lokal. Terkait pengembangan kelembagaan, Pemerintah Provinsi dapat berkontribusi dalam memberikan panduan dan regulasi terkait pengelolaan energi terbarukan pada tingkat komunitas. Berkolaborasi dengan Pemerintah Desa dalam hal pengembangan dan pembinaan kelembagaan, serta pengembangan model bisnis yang memanfaatkan energi terbarukan juga perlu dilakukan. Kemudian dalam hal pembiayaan, pemerintah provinsi dapat turut berperan menyediakan anggaran untuk membiayai kebutuhan teknis, SDM, dan pengembangan kelembagaan. Selain itu, pemerintah provinsi juga dapat memberikan arahan terkait penggunaan dana desa untuk pengembangan energi terbarukan yang dimulai dari tahap pra pembangunan, pembangunan, hingga pasca pembangunan.
Rekomendasi untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Beberapa desa di Provinsi NTT sudah memiliki pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Namun, biaya untuk mengakses listrik tersebut tetap ditanggung oleh masyarakat setempat. Salah satu upaya yang perlu didorong melalui BUMDes adalah peningkatan pemanfaatan listrik oleh masyarakat lokal untuk kegiatan-kegiatan yang lebih produktif. Tambahan pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan-kegiatan produktif tersebut, diharapkan dapat meringankan beban iuran listrik yang perlu ditanggung oleh masyarakat.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memiliki peran penting dalam mengelola kegiatan usaha listrik desa. Maka dari itu, peningkatan kapasitas BUMDes dalam hal pengoperasian hingga perawatan usaha listrik desa perlu menjadi perhatian khusus. Upaya peningkatan kapasitas BUMDes ini dapat dilakukan salah satunya melalui program-program kolaborasi dengan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) dan Dinas Pemberdayaan Masyarat Desa (DPMD) Provinsi NTT.
Rekomendasi untuk Pihak Swasta
Dari segi teknis, pihak swasta yang bergerak di bidang pengadaan listrik dapat menjadi penyedia atau garda terdepan dalam pengembangan inovasi teknologi energi terbarukan. Sektor swasta dapat mengambil peran untuk pembiayaan pengembangan energi terbarukan (khususnya lembaga keuangan), penyediaan peralatan, dan aspek teknis lainnya. Terkait peningkatan kualitas sumber daya manusia, pihak swasta dapat berkontribusi dalam menyediakan wadah bagi mahasiswa dan lulusan baru, khususnya yang memiliki ketertarikan dan keahlian di bidang energi terbarukan, untuk meningkatkan pengalaman mereka di lapangan, seperti mengadakan progam magang terstruktur. Tentunya peran-peran tersebut dapat pula dijalankan melalui kolaborasi antar sektor swasta, dengan pemerintah provinsi, dan dengan kelompok masyarakat sipil guna mempercepat pencapaian pengembangan energi terbarukan.
Rekomendasi untuk Kelompok Masyarakat Sipil
Dari segi teknis, kelompok masyarakat sipil dapat berperan dalam pengembangan studi kelayakan (feasibility study) dan persiapan sosial dalam rangka pengembangan energi terbarukan. Untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, kelompok masyarakat sipil dapat berkontribusi dalam ranah-ranah berikut:
- Mengembangkan program untuk peningkatan kapasitas SDM, khususnya bagi para pengembang energi terbarukan;
- Mendukung program pengembangan dan pemberdayaan ekonomi produktif (seperti industri kreatif) bagi masyarakat sebagai penunjang keberlanjutan energi terbarukan;
- Membangun ekosistem pengembangan energi dan sumber daya mineral dengan pusat-pusat pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi.
Dari sisi kelembagaan, kelompok masyarakat sipil dapat berkontribusi dalam melakukan penguatan kelembagaan pengelola energi terbarukan di tingkat komunitas. Sementara terkait pembiayaan, kelompok masyarakat sipil dapat membantu pengawasan dan pendampingan dalam proses penyaluran kredit dan pengelolaan investasi di lembaga keuangan agar tepat sasaran. Dengan demikian, pembiayaan yang sudah diterima dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat di daerah tersebut.
Rekomendasi untuk Lembaga Pendidikan
Dalam hal teknis, lembaga pendidikan dapat turut terlibat dalam identifikasi ragam potensi, pengembangan teknologi energi terbarukan, serta membantu pelaksanaan studi kelayakan (feasibility study) yang diperlukan. Hal tersebut akan berkontribusi pula sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya bagi para pengembang energi terbarukan. Selain itu, lembaga pendidikan dapat turut serta menjembatani penciptaan inovasi yang efektif dan efisien dalam pemanfaatan energi dan sumber daya mineral di daerah setempat.
Terkait pengembangan kelembagaan dan pembiayaan, institusi pendidikan dapat membantu dalam penguatan kelembagaan pengelola energi terbarukan. Salah satunya melalui studi empiris terkait sistem dan tata kelola yang baik sebagai pendukung mekanisme kelembagaan yang lebih efektif dan efisien, serta terkait pembiayaan produktif dalam mendukung peningkatan kapasitas ekonomi di lingkup komunitas.
Pemantapan Pembentukan Kelompok Kerja
Agar kolaborasi dapat berjalan dengan optimal, maka kolaborasi tersebut perlu diikat dalam bentuk Kelompok Kerja (Pokja). Pokja dapat dipimpin oleh Badan Perencanaan Pembangunan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) dengan berkoordinasi bersama Dinas ESDM. Meski masih terdapat keraguan dalam pembentukan Pokja tersebut, salah satunya terkait pendanaan, inisiatif pembentukan Pokja sebaiknya perlu menjadi prioritas. Tantangan pendanaan ini dapat menjadi fokus pembahasan awal untuk diselesaikan di dalam Pokja.
Setidaknya ada dua hal yang perlu disiapkan dalam pembentukan Pokja. Pertama, perlunya dokumen yang dapat digunakan sebagai panduan atau acuan yang jelas bagi para stakeholders terkait pelaksanaan program energi terbarukan. Kedua, penting untuk adanya pembentukan forum atau wadah komunikasi bagi para stakeholders yang bergabung dalam Pokja. Sampai saat ini, wadah komunikasi dan diskusi tersebut belum tersedia.
Para stakeholders dapat menempatkan perannya di Pokja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing, termasuk kapasitas dan keahliannya. Misalnya dalam menjalankan studi kelayakan (feasibility studies), lembaga pendidikan dan swasta dapat berperan lebih dalam memastikan program dan tempat magang bagi murid-murid SMK atau Perguruan Tinggi. Peserta magang ini nantinya dapat diberdayakan dalam proses pembuatan studi kelayakan, sehingga selain mendapatkan output dari studi kelayakan, mereka juga mendapatkan ilmu dan pengalaman sejak tahap awal pengembangan energi terbarukan.
Bagikan :