Penulis: Henriette Imelda, Direktur Advokasi Kebijakan, dan Maria Putri Adianti, Junior Communication Officer
Pada tahun 2022, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dilaksanakan setiap tahun, dimana transisi energi merupakan salah satu isu prioritas. Dua dokumen penting untuk isu energi yaitu, Bali Roadmap dan Bali Compact dihasilkan dari proses KTT ini. Kedua dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi negara-negara G20 dalam mewujudkan transisi energi berkeadilan bahkan pada saat Presidensi G20 dipegang oleh negara anggota lainnya, setelah Indonesia.
Meski Presidensi G20 2023 kini telah resmi dipegang oleh India, namun berdasarkan sistem Troika yang berlaku pada G20, tidak mengurangi peran Indonesia dalam kepemimpinan G20. Sistem Troika menyebabkan kepemimpinan G20 dipegang oleh 3 (tiga) negara, yaitu, negara tuan rumah, negara tuan rumah yang akan datang, dan negara tuan rumah sebelumnya. Menariknya, sistem Troika G20 di tahun 2023 dipegang oleh negara-negara berkembang, yaitu India (negara tuan rumah), Brazil (negara tuan rumah yang akan datang), dan Indonesia (negara tuan rumah sebelumnya). Melalui peran ini, Indonesia masih dapat mengawal keberlanjutan isu-isu penting bagi Indonesia, sehingga dapat menjadi hal yang konkrit dan menguntungkan seluruh pihak.
Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) bekerja sama dengan Germanwatch memandang pentingnya untuk memastikan keberlanjutan isu-isu yang telah dibahas pada KTT G20 sebelumnya, sehingga pembicaraan di KTT G20 tidak lagi dimulai dari nol. Itu sebabnya, pada tanggal 25 Januari 2023 yang lalu, sebuah diskusi terbatas dilaksanakan untuk membahas keberlanjutan isu-isu krusial yang dihasilkan KTT G20 di bawah Presidensi Indonesia. Diskusi tersebut dilakukan secara luring bertempat di Hotel Pullman, Jakarta.
IRID dan Germanwatch juga memandang pentingnya pandangan G20 engagement groups, yang juga berperan dalam memberikan masukan pada proses yang akan menghasilkan keputusan atau kesepakatan sebagai hasil pertemuan G20. Itu sebabnya, narasumber yang hadir merupakan variasi dari perwakilan G20 dan juga engagement groups seperti T20 dan B20. Narasumber yang hadir pada acara ini adalah Billy Wibisono, Direktorat Pembangunan ekonomi dan Lingkungan Hidup (PELH), Kementerian Luar Negeri; Wukir Amintari Rukmi, Kepala Sub-direktorat Fasilitasi Negosiasi Perubahan Iklim; Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Executive Co-Chairs T20 Indonesia; serta Ary Kurniawan, Vice President Planning & Commercial Development, PT Pertamina (Persero) dan Policy Advisors Task Force Energy, Sustainability and Climate B20 Indonesia.
Isu–isu Krusial Presidensi G20 Indonesia 2022
“Recover Together, Recover Stronger” adalah tema yang diangkat dalam KTT G20 Indonesia tahun 2022 lalu, yang terdiri dari tiga pilar utama yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Isu-isu yang diangkat bersifat konkret, nyata, dan berdampak sehingga diharapkan dapat menjadi agenda berkelanjutan dan menghasilkan agenda yang inklusif untuk semua masyarakat dunia, khususnya untuk negara-negara anggota G20.
India sendiri di dalam G20 mengusung tema “Vasudhaiva Kutumbakam” atau “One Earth, One Family, One Future”, yang terdiri dari enam isu prioritas, yaitu Accelerated Inclusive and Resilient Growth, Accelerating SDG Progress, Green Development, Climate and LiFE (Lifestyle for Environment), Technological Transformation and Digital Public Infrastructure, Multilateral Institution for the 21st Century and 3Fs (Food, Fuels, Fertilizers) and Women-led Development. Isu terkait energi akan dibahas pada isu prioritas Climate and LiFE (Lifestyle for Environment). Bagaimana India akan menindaklanjuti poin-poin penting dari hasil pembahasan pada G20 Indonesia 2022 lalu, perlu mendapatkan perhatian Indonesia.
Keberlanjutan Isu G20 dalam Perspektif T20 dan B20
Pada proses G20, terdapat beberapa kelompok non-pemerintah yang diakui, dan dapat memberikan pandangan terkait dengan isu-isu yang dibahas di dalam negosiasi G20. Misalnya Think 20 (T20), yang merupakan kumpulan organisasi riset, dan menjadi wadah pemikiran serta riset isu-isu terkini terkait dengan isu-isu G20. Kelompok ini terdiri dari sejumlah pakar dan peneliti global. Engagement group lainnya adalah Business 20 (B20), yang merupakan kumpulan entitas bisnis yang juga terkait dengan isu-isu yang dibahas di G20. Melalui para pelaku bisnis dari seluruh dunia, B20 berperan sebagai sektor swasta yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang. Terdapat tiga acuan yang dipakai B20 saat mengembangkan kebijakan, meliputi: (1) Securing Energy Accessibility; (2) Clean Energy Technologies; dan (3) Clean Energy Finance and Investment.
Beberapa hal yang disampaikan oleh engagement group yang hadir terkait dengan keberlanjutan adalah mengenai keterlibatan engagement group pada masa kepemimpinan India untuk G20 2023. Hal lain yang juga muncul adalah bagaimana caranya memastikan isu-isu krusial yang sudah muncul pada masa kepemimpinan Indonesia di tahun 2022 – atau yang disebut dengan legacy issues – tetap dibahas selama Presidensi India. Itu sebabnya, peran Indonesia menjadi penting dalam ‘mengingatkan’ Presidensi India, terkait legacy issues dan apa saja yang diperlukan agar peningkatan dan pencapaian G20 terhadap isu-isu tersebut dapat dilakukan dengan baik.
Isu-isu global yang berkembang membuat isu yang dialami setiap negara juga semakin bertambah. Hal ini menjadi salah satu tantangan yang muncul saat G20 yang lalu, yang menyebabkan kurang efektifnya pembahasan di G20 karena masing-masing negara ingin memasukkan pembahasan agenda nasional ke forum internasional. Berdasarkan pengalaman tersebut, diskusi yang paling efektif untuk dibahas di tataran G20 adalah tantangan terhadap kebutuhan akan global public goods yang harus diakomodasi bersama.
Langkah Indonesia Selanjutnya di G20
Pembahasan mengenai keberlanjutan G20 tentu tidak terlepas dari pembahasan mengenai efektivitas engagement group di dalamnya, serta hubungannya dengan G20 sendiri. Engagement group tersebut harus dapat melakukan pendekatan kepada G20, dengan melakukan serangkaian diskusi tertutup. Pendekatan ini memungkinkan berlangsungnya proses dimana para penyumbang dapat duduk bersama dan saling memberi masukan kepada proses pengambilan keputusan. Ini yang menjadi kunci efektivitas pelibatan engagement group dalam proses G20. Perlu diketahui juga bahwa posisi dan status engagement group tertentu tidak bersifat permanen. Tergantung posisi Presidensi, ada kemungkinan engagement group tertentu kemudian dihilangkan atau ditambah. Sebagai contoh, pada periode Presidensi India 2023, terdapat engagement group baru yaitu Startup20, yang sebelumnya tidak ada di masa Presidensi Indonesia. Itu sebabnya, penting pula bagi masing-masing engagement group untuk mempertahankan keberadaan mereka, dengan menyadari bahwadinamika dalam masing-masing engagement group juga berbeda.
Hal lainnya yang juga penting untuk dibicarakan secara lanjut di G20 adalah yang terkait dengan alih teknologi, dan knowledge sharing. Alih teknologi ini menjadi sangat penting apabila dilihat dari sisi upaya untuk meningkatkan kemampuan negara dalam menerapkan teknologi tertentu guna berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, serta penanggulangan dampak perubahan iklim yang tidak semakin membaik.Dire
Bagikan :