Menilik Potensi Kehilangan dan Kerusakan Akibat Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Kopi di Nusa Tenggara Timur

Perubahan iklim pada dasarnya disebabkan oleh adanya perubahan pada variabel iklim seperti temperatur. Kenaikan temperatur ini dapat memberikan berbagai macam dampak yang berujung pada penghidupan manusia, utamanya mereka yang kehidupannya bergantung dari sumber daya alam. Sebenarnya manusia dan alam memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, terutama dengan bantuan teknologi. Namun, kemampuan untuk beradaptasi ini memiliki batas, hingga pada satu titik di mana seluruh aksi adaptasi yang dilakukan sudah tidak dapat lagi membantu manusia dan/atau alam, untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang terjadi. Batas ini disebut dengan limit to adaptation. Pada saat batas ini terlampaui, maka fenomena kehilangan dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim tidak akan dapat dihindari. Perlu dicatat juga, bahwa dampak perubahan iklim bersifat irreversible, atau tidak dapat dikembalikan lagi ke posisi semula. 

Bagi mereka yang memiliki penghidupan yang sangat bergantung pada sumber daya alam, tentu saja hal ini menjadi ancaman tersendiri bagi mereka. Apabila sumber daya alam kemudian tidak menghasilkan dengan kualitas tertentu, maka pendapatan masyarakat akan menurun dan menyulitkan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Misalnya bagi mereka yang bergantung pada kualitas biji kopi, yaitu petani kopi dan, tentu saja, kedai kopi kesayangan yang sering kita kunjungi. 

(Dokumentasi: IRID, 2024)

Fakta tentang kopi di Nusa Tenggara Timur (NTT) 

Tanaman kopi di wilayah NTT hidup di daerah-daerah yang sulit dijangkau, rawan bencana, rentan terhadap perubahan suhu, serta berada di area konservasi. Tumbuhnya tanaman kopi di area konservasi membuat tanaman kopi sulit di-expand dari sisi luasan wilayahnya. Hal ini menyebabkan terbatasnya kuantitas dari biji kopi yang dihasilkan di wilayah tersebut. 

Pada umumnya tanaman kopi tumbuh di ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jika tanaman ini tumbuh di ketinggian yang lebih rendah, maka rasa manisnya tidak akan terasa. Fakta menarik lainnya adalah, ternyata di beberapa tempat, daun dan kulit buah kopi dapat diolah menjadi teh atau sebagai perisa kopi. Jadi, bisa dibilang bahwa hampir seluruh bagian dari tanaman kopi, dapat diolah sehingga dapat menjadi sumber penghasilan.  

Namun, sejak tahun 2020 yang kemudian diperparah oleh Badai Seroja di tahun 2021, pasokan biji kopi dari hulu menjadi lebih sulit, dan tahun 2023 merupakan masa yang paling menyulitkan. Walau demikian, di tahun 2024, pasokan biji kopi di NTT kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah hasil panen yang menurun di tingkat petani, yang disebabkan oleh hama, sehingga buah kopi berguguran dan daunnya menjadi karat.  

Dampak perubahan iklim terhadap kualitas dan kuantitas kopi di NTT 

Temperatur yang meningkat akibat dampak perubahan iklim, dapat mempercepat kematangan biji kopi, sehingga kualitasnya menurun. Contohnya, untuk kopi jenis Arabica, apabila kematangan biji kopi terjadi lebih cepat, maka kadar asam di dalam kopi tersebut menurun. Hal ini tentu saja menurunkan kualitas biji kopi yang diproduksi. Kenaikan temperatur juga dapat menyebabkan ketersediaan air di NTT menjadi menurun, yang juga menjadi salah satu faktor penurunan kualitas biji kopi yang dihasilkan. 

Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengelilingi tanaman kopi tersebut dengan tanaman lain, atau yang biasa disebut sebagai tanaman pelindung. Fungsi dari tanaman pelindung adalah untuk melindungi tanaman kopi dari cahaya matahari langsung, serta menjaga temperatur sekelilingnya, agar sesuai bagi tanaman kopi untuk tumbuh pada kondisi ideal. 

(Dokumentasi: IRID, 2024)

Dampak perubahan iklim bukan hanya terlihat dari kualitas biji kopi, namun juga proses pengeringan biji kopi. Terdapat 3 (tiga) jenis pemrosesan biji kopi: natural processing atau dry processing, wet processing, dan honey processing. Masing-masing jenis pemrosesan ini dilakukan hingga biji kopi tersebut mencapai kelembaban tertentu, dan rata-rata waktu pengeringan dapat mencapai 30 hari. Itu sebabnya, dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, di mana cuaca menjadi sulit diprediksi, proses pengeringan ini menjadi sulit dilakukan dan akan berujung pada penurunan kualitas dan tentunya kuantitas biji kopi. 

Faktor lain yang menentukan kualitas dan kuantitas kopi di NTT 

Selain dari faktor alam, masih terdapat beberapa hal lagi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas kopi di NTT. Faktor-faktor seperti sumber daya manusia, harga jual, serta pasar penjualan kopi, juga akan menentukan produksi kopi, khususnya di NTT. 

Sumber daya manusia yang ada, misalnya petani, saat ini masih perlu ditingkatkan utamanya terkait dengan panen serta pemrosesan. Hal-hal seperti memperhatikan waktu tanam, waktu semai, dan waktu pangkas, perlu untuk ditekankan kembali. Harga jual kopi juga menjadi salah satu faktor dari ketersediaan kopi. Karena pasar penjualan kopi di NTT terbatas, ditambah dengan pengetahuan yang belum terstruktur, maka terkadang harga jual kopi menjadi cukup mahal. Oleh karena itu, penyesuaian harga jual kopi terhadap kualitas menjadi penting dalam memenuhi permintaan pasar.  

Hal yang paling diperlukan oleh para petani adalah kepastian bahwa panen mereka dapat dinilai dengan harga yang sepadan dengan upaya mereka dalam memproduksi biji kopi. Fungsi-fungsi dari Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah), atau koperasi, untuk memberi kepastian pada petani kopi, bahwa hasil panen mereka akan dibeli dengan harga yang memadai, menjadi penting bagi kelangsungan produksi kopi. 

Pada akhirnya, bagi para penikmat kopi, kopi akan lebih banyak dinilai berdasarkan kualitasnya. Itu sebabnya, bagi pengusaha kedai kopi, quality is over quantity. Itu sebabnya, perlu upaya-upaya yang tepat agar dapat memelihara atau meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkan. Bukan hanya yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia atau pun rantai pasok, namun juga dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, yang saat ini pun telah terjadi. 

Bagikan :