Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang ke-6, Kelompok Kerja Kedua (Working Group II) menyatakan bahwa dampak perubahan iklim telah terjadi di seluruh bumi ini dan penyebabnya adalah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia (IPCC, 2022). IPCC mencatat, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, termasuk di dalamnya kejadian-kejadian ekstrem dengan intensitas lebih tinggi dan frekuensi lebih sering, telah menyebabkan terjadinya dampak berbahaya dan berhubungan dengan kehilangan dan kerusakan (loss and damage) pada alam dan manusia.
Peningkatan cuaca dan iklim ekstrem telah sebabkan dampak yang irreversible (tidak dapat dikembalikan seperti semula) meski beberapa upaya pembangunan berkelanjutan serta adaptasi untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim telah dilakukan di berbagai negara.
Terdapat kebutuhan pendanaan yang besar dan terus meningkat, yang tidak berbanding lurus dengan jumlah pendanaan yang tersedia untuk dapat mendanai kejadian-kejadian terkait loss and damage.
Policy brief ini merupakan sebuah pengantar untuk memahami apa itu loss and damage akibat perubahan iklim, bagaimana respons terhadap loss and damage pada negosiasi iklim United Nations Framework Convention Climate Change (UNFCCC), dan potensi pendanaan yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan ini. Policy brief ini diharapkan mampu menguatkan rekognisi terhadap loss and damage sebagai isu yang harus diatasi bersama dalam waktu dekat.
Key Messages
· Loss and damage bersifat irreversible, tidak dapat dikembalikan seperti semula, di mana sistem alam dan manusia dipaksa beradaptasi di luar kemampuan mereka bahkan setelah upaya-upaya adaptasi, mitigasi, bahkan manajemen risiko bencana telah dilakukan.
· Setidaknya lebih dari 50% loss and damage merugikan manusia dan alam dari segi ekonomi dan non-ekonomi. Contoh dari kehilangan dan kerusakan ekonomi adalah kehilangan pendapatan, serta kerusakan infrastruktur. Sedangkan untuk non-ekonomi, contohnya kehilangan keanekaragaman hayati, kesehatan mental, budaya, pengetahuan lokal dan tempat tinggal akibat dampak perubahan iklim yang memaksa manusia berpindah tempat.
· Di Indonesia, dibandingkan kehilangan dan kerusakan akibat bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami tahun 2018, kehilangan dan kerusakan akibat bencana yang disebabkan variabel iklim mencapai lebih dari 20x lipat.
· Hingga kini, pendanaan yang ada di dunia dan berpotensi untuk mengatasi kejadian-kejadian terkait loss and damage belum dapat imbangi kebutuhan penanganan masalah ini.
· Glasgow Dialogue menjadi langkah konkret pertama bagi para pihak untuk berdiskusi tentang pendanaan serta fasilitasi penyaluran pendanaan bagi loss and damage. Pembahasan mengenai loss and damage pertama kali diusung tahun 1991, namun baru memperoleh rekognisi pada tahun 2007 yang diawali dengan terbitnya laporan IPCC keempat yang menyatakan hal ini.
Bagikan :